WahanaNews.co |
Junta militer Myanmar dilaporkan memindahkan lokasi penahanan pemimpin de
facto yang digulingkan, Aung San Suu Kyi, dan Presiden Win Myint, ke tempat
yang tidak diketahui.
Suu Kyi dan Myint masih menjadi tahanan junta
militer sejak kudeta berlangsung 1 Februari lalu.
Baca Juga:
Bertahan di Rakhine, Etnis Rohingya Seolah Hidup Tanpa Harapan
"Kami telah mendengar dari sumber yang dapat
dipercaya bahwa Presiden Win Myint dan Penasihat Negara Aung San Suu Kyi telah
dipindahkan ke lokasi yang tidak diketahui," kata kabinet tandingan junta
militer, Pemerintah Persatuan Nasional Myanmar (NUG), melalui pernyataan pada
awal pekan ini.
NUG melabeli rezim junta militer sebagai
"Dewan Militer Teroris".
NUG mendesak junta Myanmar bertanggung jawab
atas kudeta berdarah yang hingga kini telah menewaskan lebih dari 800 orang
akibat bentrokan antara aparat dengan warga penentang rezim militer.
Baca Juga:
Aung San Suu Kyi Divonis 6 Tahun Penjara
Ketua tim kuasa hukum Suu Kyi dan Myint, Khin
Maung Zaw, mengatakan, kedua kliennya itu telah memberitahu bahwa mereka telah
dipindahkan ke lokasi yang tidak dikenal sehari sebelum persidangan 24 Mei
lalu.
Sidang itu menjadi yang pertama dihadiri Suu
Kyi dan Myint secara langsung sejak ditahan.
Selama ini, Suu Kyi menghadiri serangkaian
persidangan secara virtual dari tahanan.
"Setelah sidang pengadilan, kami
pengacara tidak bisa berkomunikasi dengan dia (Suu Kyi) sama sekali," kata
Maung Zaw, seperti dilansir The Straits Times pada Selasa (1/6/2021).
"Dia (Suu Kyi) adalah pemimpin yang
sangat dicintai di negara kami, jadi kami sangat mengkhawatirkan keselamatannya
sejak hari pertama penahanan dan kekhawatiran itu masih ada hingga saat
ini," ucapnya, menambahkan.
Sejauh ini, junta militer Myanmar telah
menuntut Suu Kyi dengan setidaknya enam dakwaan.
Dakwaan paling serius Suu Kyi adalah tuntutan
di bawah Undang-Undang Rahasia Negara.
Dakwaan itu juga dijatuhkan kepada tiga
menteri dan penasihat ekonominya.
Jika terbukti bersalah, Suu Kyi bisa dihukum
penjara hingga 14 tahun.
Lima dakwaan lain yang dijatuhkan terhadap Suu
Kyi, antara lain, terkait kepemilikan walkie-talkie ilegal, melanggar
kebijakan pembatasan Covid-19, melanggar undang-undang telekomunikasi, niat
menyebabkan keresahan publik, hingga pelanggaran terhadap UU Manajemen Bencana
Alam.
Suu Kyi terancam tidak lagi bisa berpolitik
jika terbukti bersalah terkait empat dakwaan itu.
Belum lama ini, junta militer juga menuduh Suu
Kyi menerima suap dari seorang pengusaha sebesar US$ 550 ribu, atau sekitar Rp 7,9
miliar, antara 2019-2020. [dhn]