WahanaNews.co, Jakarta - Kudeta merujuk pada tindakan melanggar konstitusi yang digunakan untuk menggulingkan pemerintahan yang sah dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan. Kejadian semacam ini biasanya terjadi di negara-negara dengan sistem politik yang rapuh, tidak stabil, atau tidak demokratis.
Salah satu wilayah yang sering menjadi tempat terjadinya kudeta adalah Benua Afrika, terutama di kawasan Afrika Barat dan Tengah. Data dari Center for Systemic Peace mencatat bahwa sejak tahun 1950 hingga 2020, tercatat ada 223 kudeta atau upaya kudeta di wilayah Afrika.
Baca Juga:
3 Negara Ini Masuk Daftar Wisata Luar Negeri dengan Risiko Tinggi di 2025
Pertanyaannya adalah: mengapa kudeta sering terjadi di sana? Berikut jawabannya.
Melansir Sindonews, berbagai faktor dapat memicu terjadinya kudeta di Afrika.
Salah satunya adalah ketidakpuasan dalam tubuh militer terhadap kondisi sosial, ekonomi, atau politik. Selain itu, campur tangan dari negara-negara asing atau organisasi internasional juga dapat memainkan peran, ditambah dengan munculnya krisis keamanan akibat konflik bersenjata atau ancaman terorisme.
Baca Juga:
Kantor Pertanahan Jakarta Barat Terima Kunjungan Studi Delegasi dari 2 Negara Afrika
Kudeta memiliki dampak merugikan terhadap perkembangan demokrasi, stabilitas politik, dan proses pembangunan di Afrika.
Selain itu, kudeta juga dapat berkontribusi pada pelanggaran hak asasi manusia, eskalasi kekerasan internal, isolasi internasional, dan penurunan kondisi ekonomi.
Dalam setahun terakhir, terdapat lima negara di Afrika yang mengalami kudeta atau upaya kudeta, yakni Chad, Mali, Guinea, Sudan, dan Burkina Faso. Kelima negara tersebut memiliki situasi yang berbeda-beda.
Sebagai contoh, di Chad, Presiden Idriss Deby Itno tewas dalam pertempuran melawan kelompok pemberontak pada 19 April 2021.
Sehari setelah itu, militer Chad mengambil alih kekuasaan dan menunjuk Mahamat Idriss Deby, anak dari Presiden Deby, sebagai pemimpin sementara.
Sementara itu, di Mali terjadi pemberontakan lainnya. Kolonel Assimi Goita melakukan kudeta untuk kedua kalinya pada 24 Mei 2021, dengan menangkap Presiden Bah Ndaw dan Perdana Menteri Mochtar Ouane yang saat itu memimpin pemerintahan transisi setelah terjadinya kudeta pertama pada Agustus 2020.
Goita kemudian menobatkan dirinya sebagai presiden transisi.
Jika dilihat dari permasalahannya, setiap negara tentu mempunyai masalah dan pola kudeta yang berbeda. Sehingga tidak bisa diketahui secara pasti penyebab terjadinya kudeta di berbagai negara Afrika.
Namun perlu disadari jika sebenarnya kudeta terjadi karena kurangnya komitmen dan dukungan dari komunitas internasional untuk mempromosikan dan melindungi demokrasi di benua Afrika.
Kudeta sendiri merupakan bagian dari hasil kegagalan atau ketidakpedulian dari aktor-aktor global, seperti PBB, Uni Afrika, atau negara-negara donor, untuk mencegah atau menanggapi kudeta dengan tegas dan konsisten.
Contohnya, dengan memberikan sanksi politik atau ekonomi terhadap para pelaku kudeta. Atau dengan memberikan bantuan teknis atau finansial untuk memperkuat institusi-institusi demokratis, seperti partai politik, media, atau masyarakat sipil.
Apabila sebagian aktor global mampu melindungi komitmen dan dukungan terhadap negara benua Afrika, maka tidak akan ada konflik yang berujung kudeta. Di sisi lain, setiap negara juga wajib mengetahui jika kudeta merupakan bagian dari pelanggaran.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]