WahanaNews.co | Aljazair, Sabtu (2/10/2021), menolak campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan dalam negerinya, beberapa jam setelah menarik duta besarnya dari Paris menyusul pernyataan Presiden Prancis, Emmanuel Macron, yang dilaporkan oleh media Prancis dan Aljazair.
Pernyataan itu, dari kepresidenan Aljazair, mengatakan, pihaknya telah menarik duta besarnya menyusul laporan media tentang komentar pemimpin Prancis itu, yang tidak disangkal.
Baca Juga:
Cerita CEO Telegram Pavel Durov Diduga Miliki Empat Paspor
Harian Prancis, Le Monde, melaporkan, Macron membuat pernyataan kritis tentang bekas jajahan Prancis itu selama pertemuan, Kamis (30/9/2021), dengan keturunan tokoh-tokoh dari perang kemerdekaan.
Macron dilaporkan mengatakan negara itu diperintah "sistem politik-militer" dan menggambarkan Aljazair memiliki sejarah resmi yang telah "benar-benar ditulis ulang", menurut laporan surat kabar itu.
Dia mengatakan, sejarah itu tidak didasarkan pada kebenaran tetapi "pada wacana kebencian terhadap Prancis", menurut Le Monde.
Baca Juga:
Turut Meriahkan Pra Olimpiade Paris 2024, PLN Hadirkan Reog Ponorogo di Acara Exhibition Pencak Silat
Macron menjelaskan dia tidak mengacu pada masyarakat Aljazair secara keseluruhan tetapi pada elite penguasa.
"Menyusul pernyataan yang tidak dapat disangkal, yang oleh beberapa sumber Prancis dikaitkan dengan nama (Macron), Aljazair menyatakan penolakan kategorisnya terhadap campur tangan yang tidak dapat diterima dalam urusan internalnya," kata pernyataan dari kepresidenan Aljazair.
Macron juga berbicara tentang politik Aljazair saat ini.
Dikatakan Presiden Prancis itu, rekannya Abdelmajid Tebboune terjebak dalam sistem yang sangat sulit.
"Anda dapat melihat bahwa sistem Aljazair sudah lelah, telah dilemahkan oleh Hirak," tambahnya, yang merujuk pada gerakan pro-demokrasi yang memaksa pendahulu Tebboune, Abdelaziz Bouteflika, turun dari kekuasaan pada 2019 setelah dua dekade memimpin.
Itu adalah kedua kalinya Aljazair menarik seorang duta besar dari Prancis.
Negara itu juga menarik duta besarnya pada Mei 2020 setelah media Prancis menyiarkan film dokumenter tentang Hirak.
Langkah pada Sabtu (2/10/2021) itu terjadi di tengah ketegangan atas keputusan Prancis untuk secara tajam mengurangi jumlah visa yang diberikannya kepada warga Aljazair, Maroko, dan Tunisia.
Kementerian Luar Negeri Aljazair memanggil Duta Besar Prancis, Francois Gouyette, pada Rabu (29/9/2021), dan menyerahkan catatan protes resmi tentang keputusan visa itu.
Mereka menyebut pengurangan visa tersebut sebagai tindakan yang tidak menguntungkan yang menyebabkan "kebingungan dan ambiguitas mengenai motivasi dan cakupannya".
Menteri Luar Negeri Maroko, Nasser Bourita, menggambarkan langkah Prancis sebagai hal yang tidak dapat dibenarkan.
Adapun Presiden Tunisia, Kais Saied, kata kantor kepresidenannya, menyatakan kekecewaannya dengan keputusan itu saat berbicara melalui telepon dengan Macron, Sabtu (2/10/2021).
Dalam pembicaraan tersebut, Presiden Prancis mengatakan hal itu bisa direvisi.
Juru Bicara Pemerintah Prancis, Gabriel Attal, mengatakan kepada radio Europe 1, Selasa (28/9/2021), bahwa keputusan pengurangan visa itu belum pernah terjadi sebelumnya.
Paris membuat pilihan itu, katanya, karena Aljazair, Maroko, dan Tunisia menolak mengambil kembali warga negara yang tidak mereka inginkan atau tidak dapat mereka pertahankan di Prancis.
Radio itu mengatakan Macron mengambil keputusan itu sebulan lalu setelah upaya diplomatik gagal dengan tiga negara di Afrika Utara itu. [dhn]