WahanaNews.co | Presiden Vladimir Putin memerintahkan pasukan nuklir dalam siaga tinggi pada 27 Februari 2022.
Jika saja Putin memerintahkan menembakkan rudal nuklir itu, pasukan nuklir Rusia hanya memerlukan waktu 15 menit.
Baca Juga:
Rusia Sia-siap Gelar Latihan Nuklir
Perintah ini jelas bukan main-main di tengah situasi perang dengan Ukraina yang semakin memanas. Matt Korda, peneliti senior dan manajer untuk Proyek Informasi Nuklir di Federasi Ilmuwan Amerika, mengatakan, Rusia dan AS menjaga sebagian dari senjata nuklir yang dimiliki dalam keadaan siaga. Senjata nuklir dalam status ‘siaga tinggi’ berarti dapat dikerahkan dengan cepat.
“Ini berarti mereka (senjata nuklir) dapat siap untuk diluncurkan dalam waktu kurang dari 15 menit," kata Korda dikutip SINDOnews dari laman Live Science, Jumat (18/3/2022).
Sama seperti Rusia, militer AS mengenal kebijakan “Hair-trigger alert” yang memungkinkan peluncuran cepat senjata nuklir. Dalam status “Hair-trigger alert” atau siaga tinggi, rudal nuklir siap diluncurkan dan dapat mengudara hanya dalam sepuluh menit.
Baca Juga:
Kenalan dengan Drone Nuklir Rusia, Diklaim Bisa Lenyapkan Inggris
Sebuah makalah tahun 2015 yang diterbitkan Persatuan Ilmuwan Peduli memperkirakan AS dan Rusia masing-masing memiliki sekitar 900 senjata nuklir dalam status “Hair-trigger alert” atau siaga tinggi.
Jadi bisa dibayangkan kengerian yang tercipta jika semua senjata nuklir itu ditembakan dalam waktu 15 menit.
Negara-negara lain yang memiliki senjata nuklir, seperti China, Israel, India, dan Pakistan, menyimpan semua senjata mematikan itu di gudang pusat.
Pada saat krisis, ini berarti senjata itu harus dikeluarkan dan dipasangkan dengan sistem pengiriman. Proses ini bisa memakan waktu berhari-hari, atau bahkan berminggu-minggu.
Pada beberapa negara lain, seperti Inggris, senjata nuklir dikerahkan setiap saat dari kapal selam rudal balistik. Senjata nuklir ini disimpan dalam mode detarget.
“Membutuhkan hitungan jam atau hari untuk dibawa ke status siap diluncurkan," kata Korda.
Hulu ledak nuklir baru berbasis kapal selam juga dikembangkan AS pada masa pemerintahan Presiden Donald Trump. Senjata nuklir itu dikenal dengan W76-2 "low-yield”, memiliki daya ledak sekitar 5 kiloton.
Walaupun kecil, jika dibandingkan bom atom Fat Man yang dijatuhkan AS di Nagasaki dengan daya ledak 21 kiloton, bom nuklir dari kapal selam ini diperkirakan bisa langsung membunuh sekitar 40.000 orang.
Ribuan lainnya meninggal akibat efek kesehatan jangka panjang, seperti leukemia, yang secara langsung dikaitkan dengan bom. [bay]