WahanaNews.co | Direktur Jenderal FAO Qu Dongyu dan Menteri Pertanian RI Syahrul Yasin Limpo, menggelar pertemuan bersama di Jimbaran, Bali, pada Kamis, 27 September 2022, di sela-sela Pertemuan Menteri Pertanian G20. Pertemuan itu menyoroti seputar transformasi perdesaan Indonesia melalui digitalisasi.
Direktur Jenderal FAO menegaskan kembali dukungannya terhadap upaya Indonesia untuk mengembangkan strategi e-agrikultur nasional, termasuk panduan integritas data pertanian dalam penggunaan informasi geospasial.
Baca Juga:
Sherpa G20 Indonesia Pimpin Perundingan Sebagai Perjalanan Akhir Presidensi G20 Brasil
“Digitalisasi memainkan peran penting dalam mempercepat kemajuan menuju pencapaian Sustainable Development Goals dengan mendiversifikasi pendapatan dan membuka lapangan kerja dan peluang bisnis di dalam dan di luar pertanian, terutama bagi generasi baru petani dan kaum muda,” kata Qu Dongyu.
Dirjen FAO memuji pendirian Ruang Kontrol Pertanian (Agriculture War Room) Indonesia, yang menggunakan teknologi digital canggih untuk meningkatkan pengambilan keputusan berbasis data dan bukti lapangan.
“Di era Industri 4.0 saat ini, kegiatan pertanian tidak lagi mengandalkan tenaga kerja manual tetapi menggabungkan mekanisasi dengan teknologi digital yang dapat mengkondisikan usaha budidaya pertanian menjadi lebih presisi,” kata Menteri Pertanian RI.
Baca Juga:
Menkeu Lakukan Diskusi Strategis tentang Pembiayaan Iklim dan Pembangunan Berkelanjutan
Qu Dongyu menjelaskan bahwa digitalisasi membantu proses diversifikasi pendapatan, membuka lapangan kerja dan peluang bisnis di dalam dan di luar pertanian, terutama bagi generasi baru petani dan kaum muda.
“Sustainable Development Goals semakin cepat untuk diwujudkan,” ujarnya.
Menteri Yasin Limpo, pun menyetujui bahwa sudah saatnya melakukan peralihan dari pertanian konvensional menuju ke pertanian yang menggabungkan mekanisasi teknologi digital.”Dengan begitu, usaha budidaya pertanian menjadi lebih presisi,” katanya.
Qu Dongyu pun mengapresiasi langkah digitalisasi pertanian yang telah dilakukan oleh Indonesia. Salah satunya adalah dengan keberadaan Ruang Kontrol Pertanian (Agriculture War Room) Indonesia, yang menggunakan teknologi digital canggih untuk meningkatkan pengambilan keputusan berbasis data dan bukti lapangan.
Selain itu, pembahasan lain yang diangkat dalam pertemuan tersebut adalah kerjasama antara Kementerian Pertanian dan FAO di bidang kesehatan hewan. Syahrul Yassin Limpo, menyatakan bahwa kerjasama tersebut menggunakan pendekatan One Health untuk mengatasi Emerging Infectious Diseases (EID) dan Antimicrobial Resistance (AMR).
Menteri Pertanian pun berterima kasih atas respon cepat FAO dan dukungan teknis yang diberikan untuk memerangi wabah Lumpy Skin Disease (LSD) di seluruh provinsi di Sumatera dimulai dari Riau awal tahun ini yang diikuti dengan mengatasi Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) di hampir 34 provinsi.
Menteri pun berterima kasih kepada FAO atas tindakan cepat untuk membantu para petani di Sumba Timur dalam menghadapi wabah belalang, yang menyerang sebagian besar tanaman dan menyebabkan kerusakan pada tanaman jagung, padi, dan sayuran yang menyebabkan kerawanan pangan yang serius.
Dalam pertemuan tersebut Dirjen FAO juga berterima kasih kepada Indonesia untuk kerja sama yang telah terjalin selama ini dengan FAO untuk mentransformasi sistem pangan pertanian secara berkelanjutan. FAO berharap peran penting Indonesia di kawasan Asia Tenggara akan membantu mendorong transformasi sistem pertanian pangan menjadi prioritas regional. [qnt]