WahanaNews.co | Sejumlah polisi dengan senjata gas air mata dan perlengkapan antihuru-hara berhimpun di Universitas Jamia Millia Islamia di New Delhi pada Rabu (25/1/2023), guna mencegah pemutaran film dokumenter BBC tentang Perdana Menteri Narendra Modi.
Beberapa mahasiswa bahkan dikaporkan ditahan setelah terlibat bentrok dengan kepolisian.
Baca Juga:
Di Ambang Perang, Ini Perbandingan Kekuatan Militer China-Taiwan
Adegan serupa terjadi di beberapa universitas lain pekan ini. Di Universitas Hyderabad misalnya, penyelidikan terhadap sekelompok mahasiswa yang memutar film dokumenter itu diluncurkan oleh administrator kampus.
Di sebuah universitas di Kerala selatan, anggota partai hindu-nasionalis Modi, Partai Bharatiya Janata (BJP), muncul untuk memprotes pemutaran film tersebut.
Sementara di Universitas Jawaharlal Nehru di New Delhi, listrik dan internet diputus untuk menghentikan pemutaran film itu di serikat mahasiswa.
Baca Juga:
Obral Janji, Menlu Inggris Liz Truss Panaskan Bursa Calon PM Inggris
"Jelas pemerintah yang memutus aliran listrik,” kata ketua mahasiswa Aishe Ghosh. "Kami mendorong kampus-kampus di seluruh negeri untuk mengadakan pemutaran film sebagai tindakan perlawanan atas penyensoran,” tambahnya.
Ghosh juga mengeklaim bahwa beberapa mahasiswa dilukai oleh anggota kelompok sayap kanan dengan melemparkan batu ke arah mereka.
Melansir Kompas.com, pemerintah memang tengah berupaya menghentikan siapa pun di negara itu untuk menonton film dokumenter berjudul "India: Pertanyaaan Modi” itu. Dokumenter yang terdiri dari dua bagian itu membahas tentang sang perdana menteri dan perannya dalam politik India.
Pemerintahan Modi menyebut film itu sebagai propaganda, dan telah melarangnya untuk disiarkan atau dibagikan di media sosial.
Twitter dan YouTube tunduk pada pelarangan itu, begitu pula beberapa universitas memblokir mahasiswa untuk memutar film tersebut.
Catatan kebebasan pers yang buruk
Tekanan yang begitu kuat dari pemerintahan Modi pun tak pelak memicu tuduhan penyensoran dan serangan terhadap kebebasan pers dari lawan-lawan Modi.
Mahua Moitra, seorang anggota parlemen dari partai Kongres Trinamool Seluruh India (AITC), bahkan mengunggah tautan ke film tersebut di akun Twitter-nya seraya menuliskan: "baik, buruk, atau jelek - kami yang memutuskan. Pemerintah tidak berhak mengatur kami apa yang harus ditonton.”
"Anda bisa melarang, Anda bisa menekan pers, Anda bisa mengontrol institusi, tapi kebenaran adalah kebenaran. Dia selalu punya cara untuk muncul,” kata Rahul Gandhi, pemimpin partai oposisi Kongres Nasional India (INC) kepada wartawan pada Selasa (24/1/2023).
Human Rights Watch menyebut upaya pelarangan tersebut sebagai tipikal pemerintahan Modi, yang dinilai kerap mengambil tindakan keras untuk membatalkan liputan yang tidak disukainya.
Insiden pelarangan ini memang bukan pertama kalinya. Organisasi Reporters Without Border bahkan menempatkan India di peringkat 150 dari 180 negara dalam Indeks Kebebasan Pers Dunia terbarunya. Angka itu turun delapan peringkat dalam setahun.
Propaganda Inggris atau kebenaran pahit?
Film dokumenter karya BBC yang dilarang Modi itu telah dirilis pada minggu lalu di Inggris, terdiri dari dua bagian yang memuat perjalanan karier politik sang perdana menteri.
BBC menginvestigasi kerusuhan anti-Muslim tahun 2022 di Gujarat, di mana Modi menjabat sebagai menteri utama di bagian pertama. Sementara di bagian kedua berfokus pada rekam jejak politik Modi sejak terpilih kembali pada 2019.
New Delhi mengecam dokumenter tersebut karena memiliki pola pikir kolonial, menyebutnya sebagai "propaganda" dan "sampah anti-India".
BBC di sisi lain memastikan bahwa film itu telah "diriset secara ketat” dan telah memasukkan banyak pandangan berbeda tentang Modi dan kariernya, termasuk dari orang-orang di partainya sendiri.
Pemerintahan Modi juga tidak menjawab permintaan wawancara dari BBC. "Kami menawarkan hak jawab kepada Pemerintah India terkait masalah yang diangkat dalam serial tersebut, tapi pemerintah menolak untuk menanggapi," kata BBC.
Lebih jauh tentang dokumenter BBC
Film dokumenter itu menunjukkan bahwa Modi, seorang nasionalis Hindu, tidak berbuat banyak untuk meredam kekerasan atas Muslim Gujarat pada 2002. Lebih dari 1.000 orang tewas selama tiga hari kerusuhan di negara bagian barat itu.
Sejumlah aktivis, korban, dan jurnalis yang diwawancarai untuk film tersebut mengatakan bahwa pihak berwenang gagal melindungi mereka. Sementara kritikus mengatakan hal itu adalah bukti ketidakpedulian Modi terhadap populasi Muslim di India.
Tuduhan semacam ini telah menghantui Modi selama beberapa dekade, namun ia menyangkal melakukan kesalahan, bahkan telah dibebaskan dua kali oleh Mahkamah Agung India.
Meski begitu, dokumenter BBC itu muncul dengan informasi baru yang diperoleh dari penyelidikan diplomatik Inggris yang sampai pada kesimpulan bahwa Modi bertanggung jawab langsung atas iklim impunitas” yang terjadi selama kerusuhan.
Jack Straw, Menteri Luar Negeri Inggris kala itu, mengatakan kepada BBC bahwa hasil penyelidikan menemukan kaum nasional Hindu berusaha "membersihkan Muslim dari wilayah Hindu,” dengan mengatakan bahwa seluruh insiden itu mengandung "ciri khas pembersihan etnis.” [eta]