WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pulau Tinian, yang pernah menjadi pusat operasi militer terbesar pada Perang Dunia II, kini kembali menjadi sorotan.
Pangkalan udara North Field, yang dulu menjadi markas pesawat pembom B-29 Superfortress dalam misi pengeboman ke Jepang, termasuk serangan atom ke Hiroshima dan Nagasaki, sedang direhabilitasi oleh militer Amerika Serikat.
Baca Juga:
Trump Rilis Daftar Negara Penghambat Perdagangan AS, Indonesia Termasuk
Langkah ini diyakini sebagai bagian dari strategi pertahanan AS dalam menghadapi ancaman Cina di kawasan Pasifik.
Menurut laporan The War Zone (19/3/2025), citra satelit dari Planet Labs mengonfirmasi pemulihan ekstensif di North Field.
Dalam kurun waktu Desember 2023 hingga Januari 2025, lebih dari 20 juta kaki persegi landasan pacu dan infrastruktur lainnya telah direnovasi.
Baca Juga:
TikTok Luncurkan AMBER Alert, Tampilkan Peringatan Anak Hilang
Proyek ini dipimpin oleh Angkatan Udara dan Angkatan Laut AS, yang mengintegrasikan Tinian ke dalam strategi Agile Combat Employment (ACE), sebuah pendekatan untuk menyebarkan pangkalan militer agar lebih sulit diserang oleh musuh.
Keunggulan North Field yang memiliki desain kisi-kisi memungkinkan pangkalan ini lebih sulit untuk ditargetkan oleh rudal dan serangan udara musuh.
Bersamaan dengan itu, Bandara Internasional Tinian juga mengalami ekspansi besar-besaran, termasuk penambahan apron dan fasilitas penyimpanan bahan bakar yang signifikan.
Pangkalan ini dirancang untuk melengkapi Pangkalan Udara Andersen di Guam dan pangkalan lainnya di Pasifik.
Strategi AS dalam Mengamankan Dominasi di Pasifik
Pemulihan North Field bukanlah satu-satunya upaya AS dalam memperkuat kehadirannya di Pasifik. Restorasi serupa juga dilakukan di Peleliu, Palau, dan direncanakan di Yap, Mikronesia.
Setelah selesai, jaringan pangkalan ini akan meningkatkan ketahanan pertahanan AS terhadap ancaman Cina, sekaligus mengokohkan posisi strategisnya di Rantai Pulau Kedua.
Mengapa AS memilih untuk memperkuat kehadiran militernya di wilayah ini? Letnan Kolonel Grant Georgulis dari Angkatan Udara AS dalam jurnal Indo-Pacific Affairs tahun 2022 menyatakan bahwa Rantai Pulau Pertama, yang meliputi Jepang, Taiwan, dan Filipina, terlalu rentan terhadap serangan rudal dan pembom jarak jauh Cina.
Oleh karena itu, AS perlu membangun sistem pertahanan yang lebih kuat di Rantai Pulau Kedua, termasuk Midway, Kepulauan Mariana, Palau, dan Kepulauan Marshall.
Namun, Cina juga memiliki strategi serupa. Dalam laporan Foreign Policy Research Institute (FPRI) Agustus 2023, analis Andrew Weaver mengungkapkan bahwa Cina telah memanfaatkan tekanan ekonomi dan diplomasi elitis untuk mempengaruhi negara-negara kepulauan Pasifik.
Sebagai contoh, sebuah kasino yang terafiliasi dengan Cina telah memperoleh izin operasi di Pelabuhan Tinian, yang juga digunakan AS untuk pengiriman peralatan militer.
Lokasi strategis ini berpotensi dimanfaatkan untuk pengumpulan intelijen.
Strategi AS dan Tantangan dari Cina
Pakar pertahanan Pasifik, Dr. Michael Lansing dari Center for Strategic and International Studies (CSIS), menilai langkah AS dalam membangun kembali pangkalan di Tinian sebagai bagian dari strategi deterensi terhadap Cina.
"Dengan meningkatnya agresi Cina di Laut Cina Selatan dan upayanya memperluas pengaruh di Pasifik, AS tidak bisa tinggal diam. Tinian adalah bagian dari rencana besar untuk menciptakan jaringan pertahanan yang lebih fleksibel dan tangguh," jelas Lansing.
Namun, Lansing juga mengingatkan bahwa Cina kemungkinan akan meningkatkan upaya pengaruhnya di negara-negara kepulauan Pasifik.
"Cina telah menggunakan strategi ekonomi dan infrastruktur untuk memperkuat pijakannya. Jika AS tidak segera menjalin hubungan lebih erat dengan negara-negara di wilayah ini, maka langkah militer saja tidak cukup untuk mengimbangi dominasi Cina," tambahnya.
Dengan pemulihan North Field dan pangkalan lainnya di Pasifik, AS tampaknya berupaya mengamankan dominasinya di wilayah tersebut.
Pertanyaannya, seberapa besar efektivitas strategi ini dalam membendung pengaruh Cina di Pasifik? Waktu yang akan menjawabnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]