WahanaNews.co | Perselisihan antara Amerika Serikat (AS) dan Rusia kembali
memanas setelah Presiden AS, Joe Biden, menuduh negara itu mencoba merusak
pelaksanaan Pemilihan Umum pada
2020 lalu.
Biden bahkan melontarkan kalimat
ancaman untuk Presiden Rusia, Vladimir Putin.
Baca Juga:
Diserang "Ransomware", Biden Semprot Putin via Telepon
Ancaman itu disampaikan Biden dalam
wawancara dengan stasiun televisi ABC
News terkait laporan intelijen AS soal rencana Rusia merusak Pemilihan Presiden AS pada 2020 lalu.
Dalam wawancara itu, Biden mengatakan
Putin sebagai "pembunuh" dan akan
membayar harga karena mencoba merusak pencalonannya dalam Pilpres kemarin.
"Kami sebenarnya kenal lama. Dia
dan saya, saya cukup mengenalnya. Tapi sekarang, pembicaraan dimulai, saya
berkata, 'Saya mengenal Anda dan Anda
mengenal saya". Jika saya menetapkan ini terjadi,
maka bersiaplah," kata Biden, seperti dikutip dari AFP, Kamis (18/3/2021) lalu.
Baca Juga:
Tarik Pulang Dubes, Rusia Isyaratkan Pemutusan Hubungan dengan AS
Pernyataan Biden tersebut langsung
memantik reaksi dari Moskow.
Rusia memutuskan menarik duta besarnya
dari Washington sebagai reaksi atas pernyataan Biden itu.
Menurut laporan terpadu komunitas
intelijen AS, Rusia mencoba merusak Pemilu dan Pilpres
Negeri Paman Sam dengan melakukan operasi untuk memojokkan pencalonan Presiden
Biden dan Partai Demokrat, mendukung mantan Presiden Donald Trump, merusak
kepercayaan publik dalam proses pemilu, dan memperburuk perpecahan sosiopolitik
di AS.
Kondisi itu diperburuk dengan kasus
yang membelit aktivis Rusia, Alexei Navalny.
Dia diduga hendak dibunuh dengan cara
diracun oleh agen intelijen Rusia karena aktivitasnya yang kerap mengkritik
rezim Putin.
Navalny diduga diracun dengan zat
saraf Novichok. Senjata kimia itu dikembangkan di masa Uni Soviet dan hanya
bisa diakses oleh militer dan intelijen.
Diduga kuat kalangan pejabat tinggi
Rusia hingga Putin juga mengetahui tentang rencana untuk menghabisi Navalny.
Navalny yang dirawat sekitar dua bulan
di Jerman langsung ditangkap ketika kembali ke Rusia.
Dia dituduh melanggar bebas bersyarat
dan dijerat dengan beragam perkara lain.
AS selama ini juga selalu mendukung kegiatan
Navalny dan kelompoknya untuk mengungkap borok pemerintahan Putin, terutama
soal korupsi.
Mereka lantas menjatuhkan sanksi
kepada sejumlah pejabat dan lembaga Rusia yang diduga terlibat dalam kasus itu.
Terkait dengan perseteruan itu, Putin
menantang Biden untuk berbicara empat mata secara virtual dan langsung
disiarkan publik setelah dirinya disebut "pembunuh".
Putin menganggap pernyataan Biden
hanya bualan taman kanak-kanak.
Dia mengatakan, terakhir
kali berbicara dengan Biden melalui telepon atas permintaan Gedung Putih pada
26 Januari lalu, beberapa hari usai Biden dilantik sebagai Presiden AS.
Putin pun menyebut Biden munafik.
Ia mengatakan, Biden
telah menuduhnya melakukan sesuatu yang sebenarnya dilakukan oleh sang Presiden AS sendiri.
Putin juga menyinggung tentang sejarah
AS, di mana penduduk Amerika telah melakukan genosida dan perbudakan terhadap
orang kulit hitam.
Ia juga mengatakan, AS-lah yang menjatuhkan bom atom di
Hiroshima dan Nagasaki, Jepang, pada akhir Perang Dunia II. [dhn]