WahanaNews.co, Pyongyang - Setelah Pyongyang mengubah konstitusinya, Pemimpin Korea Utara (Korut), Kim Jong-un memperingatkan potensi Perang Dingin baru dengan Amerika Serikat (AS) .
Dia pun sesumbar siap meningkatkan program senjata nuklirnya.
Baca Juga:
China Ancam AS, Minta Segera Kurangi Senjata Nuklir
Sebelumnya, badan legislatif Korea Utara telah menetapkan status negara tersebut sebagai negara yang memiliki senjata nuklir dalam konstitusi atau undang-undang dasarnya.
Terkait hal ini, Pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un, mengungkapkan bahwa negaranya perlu meningkatkan modernisasi senjata nuklirnya dengan tujuan untuk mempertahankan keunggulan strategis pencegahan.
"Saingan kita adalah negara yang saat ini menguatkan dan terus menguatkan kekuatan strategis sebagai deteren perang nuklir, dan telah mencapai tingkat yang jauh lebih besar daripada beberapa dekade terakhir," ujar Kim Jong-un, seperti dilaporkan oleh Newsweek.
Baca Juga:
Pertemuan Epik Prabowo-Putin: Langkah Besar Menuju Era Baru Nuklir
Diktator muda Korea Utara juga mengkritik Amerika Serikat, menyebut bahwa AS masih menganut mentalitas Perang Dingin dan melakukan tindakan provokatif militer yang bersifat anti-Korea Utara.
"Korea Utara mempercepat program senjata nuklirnya untuk memenuhi misinya sebagai negara pemilik senjata nuklir yang bertanggung jawab dalam perjuangan menjaga stabilitas di semenanjung Korea," ungkapnya, dengan mengatakan bahwa Perang Dingin baru sedang terjadi di panggung dunia.
Kapabilitas nuklir Korea Utara telah lama menjadi sumber kekhawatiran bagi negara-negara Barat dan tetangganya, seperti Korea Selatan.
Presiden Korea Selatan, Yoon Suk Yeol, sebelumnya menyatakan bahwa bantuan dari Moskow kepada program senjata Pyongyang dengan imbalan persenjataan di Ukraina akan dianggap sebagai "tindakan provokatif langsung."
Pada awal bulan ini, Korea Utara meluncurkan sebuah kapal selam serang nuklir, meskipun para ahli Barat telah meragukan sejauh mana kemampuan sebenarnya dari kapal selam tersebut.
Selain itu, Kim Jong-un baru-baru ini melakukan kunjungan ke Rusia, yang memunculkan kekhawatiran bahwa Moskow mungkin memberikan teknologi baru kepada Korea Utara sebagai imbalan atas persenjataan yang sangat diinginkannya untuk konflik di Ukraina.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]