WahanaNews.co | Salah satu profesor di National University of Singapore (NUS), Kishore Mahbubani, menganggap Presiden Joko Widodo alias Jokowi sebagai sosok pemimpin negara yang genius.
Bahkan, mantan diplomat Singapura itu menganggap negara lain seharusnya jealous kepada Indonesia karena memiliki pemimpin seperti Jokowi, yang ia nilai mampu meredam perpecahan politik hingga meredakan kesenjangan sosial yang tinggi di Indonesia.
Baca Juga:
20 Oktober 2024: Melihat Nasib Konsumen Pasca Pemerintahan 'Man Of Contradictions'
"Ketika beberapa negara demokrasi besar memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas," kata Mahbubani, dalam opininya yang dirilis Project Syndicate.
Dalam artikel berjudul The Genius of Jokowi itu, Mahbubani bahkan menganggap Indonesia di tangan Jokowi menerapkan model pemerintahan yang baik (good governance) yang patut dipelajari seluruh dunia.
"Jokowi telah melakukan lebih dari sekadar memerintah secara kompeten. Dia telah menetapkan standar pemerintahan baru yang seharusnya membuat iri negara-negara demokrasi besar lainnya," ucap Mahbubani, dalam tulisannya itu.
Baca Juga:
HUT ke-79 TNI, Ini Pesan Presiden Jokowi ke Prajurit Indonesia
Mahbubani menyinggung setidaknya enam prestasi Jokowi sehingga menurutnya patut dianggap sebagai pemimpin jenius.
Pertama, Jokowi dinilai berhasil meredam perpecahan politik pasca-pemilihan umum, terutama dengan merangkul lawan-lawan politiknya.
Mahbubani menyoroti momen ketika Jokowi tak ragu merangkul pesaingnya di pemilu, Prabowo Subianto, untuk bergabung dalam kabinet pemerintahannya.
Mahbubani bahkan membandingkan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, dan Presiden Brasil, Jair Bolsonaro, tak lebih baik dari Jokowi dalam hal meredakan perpecahan sosial dan politik dalam negerinya.
"Bahkan hampir satu tahun setelah Joe Biden memenangkan pemilu AS 2020, 78 persen pendukung Partai Republik masih tidak percaya bahwa dia telah memenangkan pemilu secara sah. Biden telah menjadi Senator AS selama 36 tahun tetapi dia tidak bisa meredakan perselisihan partisan dalam politik AS," tutur Mahbubani.
Poin kedua yang disoroti Mahbubani adalah Jokowi dianggap “sedikit bicara banyak bekerja” dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
Ia menyoroti program Jokowi, seperti redistribusi tanah kepada masyarakat miskin pada 2016, peluncuran Kartu Indonesia Sehat dan skema jaminan kesehatan nasional baru, Kartu Indonesia Pintar, bantuan tunai, hingga kebijakan fiskal lainnya yang dinilai mampu menekan hutang negara.
"Tidak seperti banyak pemimpin yang mengusung program besar pemerintah untuk membantu warga miskin, Jokowi bijaksana secara fiskal. Utang publik Indonesia rendah menurut standar internasional, kurang dari 40 persen PDB," kata Mahbubani.
Dalam kancah diplomasi, Mahbubani turut memuji cara Jokowi yang tetap menjaga hubungan baik Indonesia dengan Amerika Serikat dan China di saat bersamaan, ketika persaingan dua negara superpower tersebut terus menguat.
Mahbubani menuturkan, Jokowi tetap mendorong AS untuk berinvestasi lebih banyak, meski modal China terus mendominasi investasi asing di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir.
"Jokowi secara geopolitik bijaksana, dengan bijak menjaga hubungan baik dengan China dan AS karena persaingan kekuatan besar mereka memberikan momentum (bagi Indonesia)," ucap Mahbubani.
Dalam tulisannya itu, Mahbubani juga menyoroti komitmen Jokowi dalam program pembangunan infrastruktur secara merata di Indonesia hingga pengesahan Undang-Undang Omnibus Law. [qnt]