WahanaNews.co, Jakarta - Pemerintah China mengutuk NATO ketika ketegangan antara aliansi tersebut dan Rusia meningkat akibat konflik di Ukraina.
Meskipun NATO, yang terutama fokus pada masalah Eropa dan Amerika Utara, semakin memperluas perhatiannya ke Asia belakangan ini karena adanya ancaman regional dari China dan hubungan dekat antara Beijing dan Moskow.
Baca Juga:
Klaim NATO tentang Bantuan Militer Iran ke Rusia di Ukraina Tak Berdasar dan Bermotif Politik
Dalam sebuah konferensi pers di Beijing pada hari Kamis, juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional China, Wu Qian, menyatakan, "NATO merupakan mesin perang berjalan yang menimbulkan kekacauan di mana pun mereka hadir."
Wu menekankan agar NATO menghentikan penyebaran kebohongan dan menghindari tindakan berbahaya yang dapat menyebabkan kekacauan di kawasan Asia-Pasifik.
Pernyataan ini muncul di tengah meningkatnya kompleksitas geopolitik dan rivalitas antara China dan NATO, yang semakin memanaskan suasana di tingkat global.
Baca Juga:
Terpilih Jadi Sekjen NATO, Ini Profil Perdana Menteri Belanda Mark Rutte
"Perlakukan China dan pengembangan angkatan bersenjata China secara objektif dan rasional, serta melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi perdamaian dunia,” tulis Xihua mengutip pernyataan Wu.
Sejumlah pengamat internasional telah menyatakan kekhawatirannya bahwa invasi Rusia ke Ukraina dapat menjadi contoh bagi China untuk mengambil kendali militer atas wilayah yang disengketakan, termasuk Taiwan.
Beijing baru-baru ini mengambil tindakan untuk menegaskan klaim kedaulatannya atas Selat Taiwan dan sebagian besar Laut China Selatan, yang bertentangan dengan hukum maritim internasional dan pandangan hampir semua negara di dunia.
Pekan lalu, Nikkei melaporkan bahwa para pejabat NATO sedang melakukan pembicaraan dengan Jepang untuk membangun “jalur komunikasi khusus untuk berbagi informasi keamanan sensitif dengan cepat” yang dapat melawan plot disinformasi yang dilakukan oleh negara-negara seperti China dan Rusia.
Rencana NATO untuk membuka kantor penghubung di Jepang dilaporkan terhenti tahun lalu setelah Presiden Prancis Emmanuel Macron menyatakan kekhawatiran bahwa tindakan tersebut akan memprovokasi China.
Sebuah artikel opini yang dipublikasikan pada bulan Juli oleh Global Times, sebuah tabloid yang dikelola oleh Partai Komunis China, menyatakan bahwa NATO merupakan "monster mengerikan yang harus dihindari dengan segala cara" dan mengancam aliansi tersebut dengan "konsekuensi serius" jika terlibat di Asia.
Lebih lanjut, artikel tersebut menyebutkan bahwa "dengan lebih jelasnya, NATO harus segera menarik kehadirannya yang telah meluas ke kawasan Asia-Pasifik, dan aliansi ini tidak boleh merencanakan untuk menguasai setengah wilayah di masa depan."
Pernyataan ini mencerminkan ketegangan yang semakin meningkat antara China dan NATO, dengan Beijing menekankan agar aliansi tersebut tidak terlibat dalam urusan Asia.
Pensiunan Laksamana Angkatan Laut AS James Stavridis, yang sebelumnya menjabat sebagai panglima tertinggi sekutu NATO di Eropa, beberapa waktu lalu memberikan peringatan bahwa sengketa wilayah yang melibatkan China dapat memicu perang dunia baru.
Dia menyatakan bahwa ada "jendela waktu" sekitar 10 tahun untuk mempersiapkan kemungkinan tersebut.
Sementara itu, hubungan antara Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin semakin menguat sejak dimulainya perang di Ukraina, meskipun secara resmi Beijing tetap netral dalam konflik tersebut.
Pada saat yang sama, NATO terus memperluas dan membangun kehadiran militer di sepanjang perbatasannya dengan Rusia.
Ketegangan di kawasan ini semakin meningkat, terutama karena keterlibatan NATO dalam konflik dengan anggota manapun akan melibatkan seluruh aliansi.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]