WahanaNews.co, Jakarta - Thailand menjadi salah satu negara dengan peningkatan jumlah populasi lanjut usia. Penduduk yang berusia 60 tahun ke atas kini mencapai sekitar seperlima dari total populasi negara tersebut.
Menurut Channel News Asia pada Sabtu (15/6/2024), jumlah penduduk berusia 60 tahun ke atas diperkirakan akan mencapai 28 persen dari total populasi pada tahun 2033 atau lebih cepat.
Baca Juga:
Perayaan Hut Ke-7, LAPEPA Kabupaten Fakfak Kunjungi Anggota Lansia
Peningkatan populasi lanjut usia ini terkait erat dengan rendahnya tingkat kelahiran.
Pada tahun lalu, tingkat kesuburan di Thailand tercatat sebesar 1,08 kelahiran per perempuan, yang merupakan tingkat terendah kedua di Asia Tenggara setelah Singapura yang memiliki tingkat kesuburan sebesar 0,97 kelahiran per perempuan.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh National Institute of Development Administration Thailand pada September lalu, 44 persen responden menyatakan kurang berminat untuk memiliki anak.
Baca Juga:
KPU Kota Pekalongan Fasilitasi Pendampingan Pemilih Disabilitas dan Lansia Pilkada 2024
Alasan utama mereka adalah biaya pengasuhan anak yang tinggi, kekhawatiran terhadap dampak kondisi sosial terhadap anak, dan keengganan untuk terbebani dengan tanggung jawab mengasuh anak.
Wakil Perdana Menteri Somsak Thepsutin memperingatkan bahwa jika tingkat kelahiran terus menurun, populasi Thailand bisa menyusut dari 66 juta saat ini menjadi 33 juta jiwa dalam 60 tahun ke depan.
Pada tahun 1970, Thailand meluncurkan program keluarga berencana nasional dengan tujuan mengurangi pertumbuhan penduduk.
Pada tahun 1976, program ini tidak hanya berhasil menurunkan tingkat pertumbuhan penduduk menjadi 2,55 persen, tetapi juga melampaui target penerimaan kontrasepsi sebesar 26 persen.
Keberhasilan program ini bertahan dalam jangka waktu yang lama dengan hampir tiga dari empat wanita menikah saat ini menggunakan kontrasepsi.
Selain itu, jumlah perempuan di Thailand yang memperoleh pendidikan tinggi dan berpartisipasi dalam angkatan kerja lebih tinggi dibandingkan perempuan di negara Asia Tenggara lainnya seperti Filipina, Malaysia, dan Indonesia.
"Hal ini sebenarnya membatasi jumlah anak yang cenderung dimiliki perempuan, dibandingkan dengan mereka yang mungkin menjadi ibu rumah tangga dan hanya tinggal di rumah," kata Kirida Bhaopichitr, Direktur Penelitian Kebijakan Ekonomi dan Pembangunan Internasional di Institut Penelitian Pembangunan Thailand.
Berbeda dengan Jepang dan Korea Selatan, di mana angka kelahiran menurun seiring dengan penurunan angka pernikahan, Thailand memiliki tingkat pernikahan yang stabil selama lebih dari satu dekade.
Namun, banyak pasangan di Thailand memilih untuk tidak memiliki anak, baik sementara maupun selamanya.
Dengan kondisi ini, Thailand, sebagai negara dengan ekonomi berkembang, berisiko menjadi negara pertama yang "menjadi tua sebelum menjadi kaya".
Untuk mengatasi masalah ini, pemerintah Thailand mengalokasikan hampir 78 miliar baht tahun lalu untuk Tunjangan Hidup Hari Tua.
Program ini memberikan subsidi bulanan hingga 1.000 baht untuk lansia yang bukan pensiunan atau penerima kesejahteraan.
Namun, dengan meningkatnya populasi lansia, program ini akan semakin membebani anggaran pemerintah.
Pergeseran demografis juga akan membutuhkan biaya besar untuk perawatan lansia, termasuk perawat, pengobatan berkualitas, perawat khusus, dan ahli terapi fisik.
[Redaktur: Elsya TA]