WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan di Timur Tengah terus meningkat seiring aksi saling serang antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik Israel-Palestina merembet ke medan yang lebih luas.
Perang tidak lagi terbatas pada Jalur Gaza atau perbatasan Lebanon, melainkan kini menjangkau langit-langit wilayah utara Israel, Yaman, bahkan melibatkan kekuatan besar seperti Amerika Serikat dan Inggris.
Baca Juga:
Brigade Golani Israel Jadi Sorotan setelah Serangan Hamas, Delapan Personel Tewas
Dalam pusaran eskalasi ini, serangan rudal balistik dari Yaman menjadi sorotan tajam dunia.
Pada Jumat (2/5/2025), sejumlah media Israel melaporkan terjadinya kebakaran di kota Tamra, yang terletak di wilayah utara Palestina yang diduduki.
Insiden tersebut dipicu oleh jatuhnya pecahan dari rudal pencegat yang diluncurkan untuk menanggapi serangan udara.
Baca Juga:
Yudo Margono: TNI Kerahkan Personel dan Alutsista Dukung Kelancaran Pemilu 2024
Menurut pernyataan juru bicara militer Israel, sistem pertahanan mendeteksi adanya rudal yang ditembakkan dari arah Yaman, sehingga memicu bunyi sirene serangan udara di berbagai wilayah.
Sebelumnya di hari yang sama, Angkatan Bersenjata Yaman yang berafiliasi dengan gerakan Ansarallah menyatakan bahwa mereka telah berhasil meluncurkan rudal balistik hipersonik yang dinamakan ‘Palestina 2’.
Sasaran dari rudal tersebut adalah Pangkalan Udara Ramat David, yang terletak di timur kota Haifa—wilayah yang juga berada dalam pendudukan Israel.
Brigadir Jenderal Yahya Saree, juru bicara militer Yaman, menyebut bahwa rudal itu menghantam targetnya secara presisi dan mampu menembus sistem pertahanan udara Israel.
Ia menegaskan bahwa operasi tersebut merupakan respons langsung terhadap kejahatan kemanusiaan yang berlangsung di Gaza, yang mereka klaim dilakukan oleh Israel dengan dukungan penuh dari Amerika Serikat.
Saree juga menekankan bahwa Yaman akan terus mendukung perjuangan rakyat Palestina dan melanjutkan operasi militer hingga agresi Israel berakhir serta blokade terhadap Gaza dihentikan.
"Serangan ini mencerminkan komitmen kuat kami untuk membela rakyat Palestina yang tertindas dan mendukung para pejuang perlawanan mereka," ujarnya.
Sirene Menggema di 250 Lokasi
Dampak dari serangan tersebut menyebabkan kepanikan di wilayah utara Israel.
Media lokal melaporkan bahwa sirene peringatan serangan udara diaktifkan di lebih dari 250 titik, termasuk di kota Haifa, al-Nasirah, Afula, dan Wadi Ara.
Ketakutan akan potensi serangan lanjutan pun semakin membesar.
Menanggapi perkembangan ini, analis militer independen Dr. Amos Har-El mengatakan bahwa serangan rudal hipersonik dari Yaman menandai babak baru dalam konflik regional.
"Kita menghadapi kenyataan di mana Israel harus mempertimbangkan ulang strategi pertahanannya. Jika rudal hipersonik bisa menembus sistem Iron Dome maupun David’s Sling, maka ancaman terhadap infrastruktur strategis menjadi sangat nyata," ujarnya kepada Channel 13 Israel.
Eskalasi ini terjadi di tengah kampanye pengeboman yang dilancarkan oleh koalisi pimpinan Amerika Serikat terhadap berbagai wilayah di Yaman.
Menurut laporan Kementerian Kehakiman di Sanaa, lebih dari 1.300 warga sipil tewas atau mengalami luka-luka dalam beberapa pekan terakhir akibat serangan udara tersebut. Di antara korban terdapat banyak wanita dan anak-anak.
Pemerintah Yaman menuduh Amerika Serikat melakukan kejahatan perang, terutama setelah terungkap bahwa serangan terhadap pusat penahanan migran di Saada melibatkan penggunaan bom penghancur bunker GBU-39, senjata kontroversial yang telah dilarang secara internasional karena daya rusaknya yang luar biasa.
Dalam perkembangan lain, pemerintah Yaman turut mengecam keikutsertaan militer Inggris dalam konflik tersebut.
Dalam sebuah pernyataan resmi pada Selasa lalu, pemerintah Yaman memperingatkan London mengenai “konsekuensi berat” dari partisipasinya dalam aliansi yang mereka sebut sebagai “trio kejahatan” bersama AS dan Israel.
Yaman bersumpah akan melawan agresi tersebut "dengan segala kekuatan yang dimiliki."
Sementara itu, Washington berupaya membatasi penyebaran informasi terkait operasi militernya di Yaman, dengan dalih alasan “keamanan operasional.”
Sejak pertengahan Maret 2025, Komando Pusat AS telah melancarkan lebih dari 800 serangan ke berbagai wilayah di Yaman, banyak di antaranya menyasar infrastruktur sipil.
Meski mengakui bahwa serangan-serangan itu “memiliki dampak fatal,” pemerintah AS sejauh ini belum memublikasikan informasi mengenai korban sipil yang jatuh akibat operasi tersebut.
Al-Houthi: Serangan AS Upaya Pecah Belah Dunia Islam
Dalam pidato peringatan “Sarkha” (Tangisan) yang disampaikan pada hari Kamis, pemimpin gerakan Ansarallah, Sayyed Abdul Malik al-Houthi, memberikan pujian kepada para pejuang perlawanan di Gaza atas ketahanan dan taktik kejutan mereka.
Ia juga memberikan apresiasi kepada kelompok Perlawanan Lebanon atas kontribusinya dalam menghambat gerak maju militer Israel.
Al-Houthi menyebut bahwa agresi Amerika Serikat terhadap Yaman merupakan bagian dari strategi besar untuk menghancurkan kesatuan dunia Islam, sejalan dengan agenda Zionis.
Ia menggambarkan operasi militer yang dipimpin oleh AS dan Israel sebagai bagian dari serangan sistematis dan menyeluruh yang bertujuan menguasai kawasan serta memecah belah kekuatan-kekuatan regional yang mendukung perlawanan.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]