WahanaNews.co | Sri Lanka mengalami krisis pangan yang diakibatkan salah satunya oleh penumpukan produk di beberapa gudang.
Pemerintah pun memberlakukan kontrol ketat terhadap harga makanan pokok untuk mengatasi krisis pangan.
Baca Juga:
Presiden Jokowi dan Presiden Wickremesinghe Bahas Peningkatan Kerja Sama Indonesia-Sri Lanka
Krisis pangan ini Mengutip AFP, otoritas Sri Lanka mengatakan bahwa lebih dari 32.000 ton gula ditemukan dalam penggerebekan di gudang-gudang pribadi yang dilakukan pada Rabu (1/9) dan Kamis (2/9).
Para pakar beranggapan krisis ini terjadi akibat kurangnya devisa Srilanka dalam mengimpor dan menjaga stok makanan.
Namun, pemerintah menyampaikan bahwa krisis ini terjadi akibat penimbunan produk yang dilakukan oleh pedagang. Pemerintah Sri Lanka sendiri juga kekurangan uang tunai untuk melunasi utangnya pada negara luar.
Baca Juga:
Bakamla RI Terima Kunjungan Kehormatan DSCSC Sri Lanka
"Apa yang kita lihat bukanlah kekurangan (pangan) yang sebenarnya," kata Menteri Luar Negeri Gamini Lakshman Peiris.
"Ini adalah krisis buatan yang diciptakan oleh segelintir orang."
Menteri Keuangan Sri Lanka Nivard Cabraal juga mengatakan bahwa hanya segelintir barang yang kekurangan pasokan.
"Kami memiliki stok makanan yang cukup untuk masa mendatang," tutur Cabraal.
Beberapa pedagang dan farmasi mengatakan kepada AFP bahwa mereka kesulitan mengakses devisa untuk mengimpor barang.
Salah satu bahan pokok yang dikendalikan harganya oleh pemerintah adalah gula. Mereka mematok harga 125 rupee atau sekitar Rp8.800 untuk satu kilogram gula. Untuk beras putih, pemerintah menaruh harga 95 rupee (Rp6.700) per kilonya.
Kenaikan harga yang tajam juga dialami oleh beberapa bahan pangan, seperti bawang merah dan kentang. Selain itu, negara ini juga kekurangan pasokan susu, minyak, dan gas untuk memasak.
Warga Sri Lanka juga mendapatkan jatah dua kilogram untuk pembelian gula.
"Tidak ada gula yang tersedia di tempat lain," keluh K. Perumal, salah satu pelanggan.
"Ada anak kecil di keluarga saya, kami membutuhkan sekitar enam kilo gula per bulan," katanya lagi.
"Saya belum dapat menemukan susu sama sekali."
Pembeli lain, N. Wijeratne menceritakan kalau penjatahan dua kilogram gula ini tidak cukup untuk rumahnya. Namun, ia menilai penjatahan yang dilakukan pemerintah merupakan hal yang baik karena orang lain juga bisa mendapatkan gula.
Tak hanya krisis pangan, negara ini juga mengalami krisis ekonomi, dilansir The Diplomat. Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa mengumumkan krisis ekonomi ini terjadi akibat dari kurangnya komoditas penting yang menyebabkan lonjakan harga barang di negara itu.
Cadangan devisa Sri Lanka juga menyusut dari $7,5 miliar (setara 106 triliun rupiah) di November 2019, menjadi hanya $2,8 miliar (setara 39 triliun rupiah) pada akhir Juli tahun ini.
Selain itu, pandemi Covid-19 juga turut memperparah keadaan Sri Lanka. Saat ini kasus positif di negara itu mencapai 477 ribu kasus dengan lebih dari 9 ribu kematian, dalam Worldometers. [qnt]