Israel memang memiliki teknik sendiri untuk menghancurkan target bawah tanah, seperti menjatuhkan beberapa bom secara berurutan di titik yang sama. Tapi pendekatan ini lebih berisiko dan kurang efektif dibandingkan satu tembakan telak MOP.
“Banyak cara menghancurkan program nuklir Iran, tapi ini cara yang paling efisien,” ujar Spencer.
Baca Juga:
Iran Luncurkan Rudal ‘400 Detik ke Tel Aviv’, Dunia Gemetar Hadapi Fattah-1
Meski AS pernah memberikan Israel bom penghancur bunker versi lebih kecil, bom GBU-57A/B belum pernah dijual ke negara mana pun. Washington memilih tetap memegang kendali atas senjata strategis ini demi alasan keamanan dan teknologi.
Menurut Kelsey Davenport dari Arms Control Association, Israel tak akan mampu menghancurkan Fordow tanpa bantuan penuh dari militer AS.
“Israel dapat merusak fasilitas nuklir utama Iran, tetapi tidak dapat menghancurkan situs sekuat Fordow sendiri,” tegasnya.
Baca Juga:
Trump makin keras terhadap Iran, sebut Ayatollah Khamenei Sebagai ‘Target Mudah’
Fasilitas Fordow mulai dibangun pada awal 2000-an sebagai bagian dari program rahasia Iran, "Amad", dan baru terungkap pada 2009 lewat intelijen Barat. Dalam perjanjian nuklir JCPOA 2015, Iran diminta menghentikan aktivitas pengayaan di sana.
Namun setelah AS keluar dari kesepakatan itu pada 2018, Iran kembali mengaktifkan sentrifugal dan memperkaya uranium hingga 60 persen, mendekati level untuk senjata nuklir.
Fordow kini dijaga ketat oleh sistem pertahanan udara canggih, termasuk rudal S-300 buatan Rusia. Fasilitas ini dikabarkan mampu menghasilkan 166 kilogram uranium 60 persen setiap tiga bulan—cukup untuk memproduksi empat bom nuklir jika diproses lebih lanjut.