WAHANANEWS.CO, Jakarta - Langkah Beijing yang baru diumumkan telah mengguncang panggung perdagangan global dan membuka babak baru dalam perseteruan ekonomi dengan Washington yang kini tak lagi sekadar adu tarif, melainkan perebutan kendali atas sumber daya strategis yang menjadi fondasi teknologi modern.
Pemerintah China membela kebijakan pengendalian ekspor tanah jarang yang mereka umumkan pada Rabu (09/10/2025) dan menegaskan langkah tersebut sepenuhnya sah menurut hukum internasional, menyusul deklarasi Amerika Serikat (AS) yang menetapkan tarif 100 persen terhadap seluruh impor asal China tanpa kecuali.
Baca Juga:
Indonesia Diwajibkan Beli 50 Boeing 777, Ini Harga Fantastis per Unitnya
Kementerian Perdagangan China menyatakan kebijakan ini merupakan bagian dari penguatan sistem kontrol ekspor untuk menjaga stabilitas regional sekaligus mengamankan kepentingan strategis nasional di tengah eskalasi tensi geopolitik dan ketidakpastian keamanan global.
“Langkah ini tidak termasuk larangan ekspor. Permohonan yang memenuhi syarat akan disetujui,” ujar juru bicara Kementerian Perdagangan China pada Minggu (12/10/2025).
China mengklaim telah mengkaji secara menyeluruh dampak kebijakan terhadap rantai pasok dan menyatakan yakin efeknya akan terbatas bagi pasar internasional yang bergantung pada akses material tersebut.
Baca Juga:
Mendag Busan Hadiri Pertemuan ke-25 AECC, Indonesia Gaungkan Pentingnya Diplomasi, Negosiasi Proaktif, dan Kesatuan ASEAN
Aturan baru itu mencakup bukan hanya bahan baku tanah jarang, melainkan juga teknologi ekstraksi, pemurnian, hak kekayaan intelektual, dan proses industri terkait, termasuk pembuatan magnet dan daur ulang berbasis teknologi milik China.
Sebagai catatan penting, tanah jarang atau rare earth elements adalah kelompok 17 unsur kimia strategis seperti neodium, yttrium, dan europium yang menjadi tulang punggung industri teknologi tinggi dunia. Unsur ini digunakan dalam pembuatan baterai kendaraan listrik, chip elektronik, radar militer, satelit, turbin angin, hingga sistem persenjataan presisi, dan meskipun tidak benar-benar langka, proses pemurniannya sangat sulit dan mahal sehingga hanya segelintir negara yang menguasai teknologi pengolahannya, dengan China mengendalikan lebih dari 70 persen produksi global.
Beijing menyatakan kebijakan kontrol ekspor diterapkan setelah memberi pemberitahuan kepada negara dan kawasan terkait melalui mekanisme dialog bilateral, sekaligus menegaskan masih membuka ruang kerja sama internasional untuk menjaga kestabilan rantai industri global.
Melalui kebijakan ini, entitas asing diwajibkan memperoleh izin resmi dari pemerintah China sebelum mengekspor produk yang mengandung lebih dari 0,1 persen tanah jarang asal China atau yang diproses menggunakan teknologi ekstraksi, pemurnian, produksi magnet, dan daur ulang yang dikembangkan oleh perusahaan maupun lembaga riset China.
Permohonan ekspor akan ditolak jika terindikasi ada potensi penggunaan untuk memproduksi senjata, mendukung aktivitas terorisme, atau diarahkan pada kepentingan militer negara lain.
Sehari setelah kebijakan diumumkan Beijing, Presiden AS Donald Trump pada Kamis (10/10/2025) mengumumkan penerapan tarif baru sebesar 100 persen terhadap seluruh impor dari China di luar tarif yang telah lebih dulu berlaku.
Kebijakan tarif tersebut dijadwalkan efektif berlaku mulai Sabtu (01/11/2025), sekaligus diiringi dengan pernyataan Trump bahwa AS juga akan membatasi ekspor seluruh perangkat lunak penting atau critical software ke China pada tanggal yang sama.
Sebagai respons cepat, Kementerian Perdagangan China menuding Washington menerapkan “standar ganda” dan menilai AS terlalu mudah memperluas definisi keamanan nasional untuk membenarkan pembatasan akses teknologi global.
“Selama ini AS memperluas definisi keamanan nasional dan menyalahgunakan kontrol ekspor,” kata pernyataan resmi kementerian itu.
China juga menyoroti bahwa daftar kontrol ekspor milik AS mencakup lebih dari 3.000 item, sementara daftar kontrol ekspor China masih berada di bawah 1.000 item yang secara resmi diatur dalam mekanisme otoritas perdagangan.
Kebijakan ekspor tanah jarang ini muncul bersamaan dengan spekulasi mengenai kemungkinan pertemuan langsung antara Presiden Xi Jinping dan Presiden Donald Trump, di tengah memuncaknya ketegangan perdagangan yang berpotensi menyeret ulang arah rantai industri global dan tata ulang kekuasaan teknologi dunia.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]