"Perubahan peraturan menteri bertujuan untuk mengatasi masalah sosial dengan cara yang pasti dan efektif dan untuk mengekang penyebaran pil yaba," kata Menteri Kesehatan Anutin Charnvirakul.
Dia menambahkan aparat penegak hukum memiliki kebebasan untuk menangani kasus narkoba.
Baca Juga:
Dua Teman Korban Siswa SMKN Semarang yang Tewas Ditembak Polisi Masih Trauma
Namun, peraturan terbaru tersebut masih menunggu persetujuan kabinet.
Para ahli mengatakan pendekatan baru itu berisiko memundurkan reformasi yang mulai dilaksanakan pada 2021, ketika parlemen mengesahkan RUU yang memprioritaskan pencegahan dan pengobatan daripada hukuman bagi pengguna narkoba kecil.
Pemerintah mengatakan bahwa UU tersebut telah mengurangi hukuman penjara bagi hampir 50 ribu narapidana.
Baca Juga:
Komnas HAM Apresiasi Pemindahan Terpidana Mati Mary Jane ke Filipina
"Jika batas satu tablet ini diteruskan, penjara yang sudah sesak akan terisi tanpa henti, dan tidak akan ada ruang (lagi) untuk menahan orang-orang yang digolongkan sebagai pengedar," kata Jeremy Douglas, perwakilan Kantor PBB Urusan Narkoba dan Kejahatan (UNODC) untuk Asia Tenggara dan Pasifik.
"Negara ini dibanjiri sabu-sabu, ini bukan waktunya membalikkan reformasi narkotika," tegas Douglas.[zbr]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.