WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ketegangan antara Thailand dan Kamboja kembali mendidih, kali ini dengan dampak yang jauh lebih nyata.
Bentrokan senjata kembali pecah di wilayah perbatasan yang sudah lama dipersengketakan, menambah deretan panjang konflik bersenjata yang belum juga menemukan jalan damai.
Baca Juga:
Malfungsi di Langit Iran, Jet Tempur Israel Hampir Mendarat Darurat
Perselisihan atas kompleks kuil kuno di kawasan Surin, Thailand dan Oddar Meanchey, Kamboja, kini kembali berubah menjadi ajang unjuk kekuatan militer.
Pada Kamis (24/7/2025) pagi, militer kedua negara terlibat dalam aksi saling serang yang berujung pada jatuhnya korban sipil.
Tiga warga Thailand dilaporkan terluka akibat hantaman roket BM-21 yang ditembakkan dari wilayah Kamboja ke permukiman di Distrik Kap Choeng, Provinsi Surin.
Baca Juga:
Jet F-16 Targetkan Kamar Direktur RS Indonesia di Gaza, Sang Putri: Rudal Itu Tepat Mengenai Ayah Saya
Militer Thailand menuding keras serangan tersebut sebagai pelanggaran berat terhadap hukum kemanusiaan.
“Ini adalah serangan langsung terhadap warga sipil. Kami akan mengambil langkah-langkah tegas sesuai hukum internasional,” ujar pernyataan resmi dari pihak Angkatan Darat Thailand, seperti dikutip dari kantor berita AFP.
Serangan itu diyakini sebagai kelanjutan dari ketegangan yang memuncak setelah pasukan Thailand mendeteksi sebuah drone milik Kamboja melintas di atas kompleks Kuil Ta Muen sekitar pukul 07.35 waktu setempat.
Tak lama berselang, enam personel militer Kamboja terlihat mendekati pagar kawat berduri yang memisahkan kedua negara.
Salah satunya membawa pelontar granat. Menurut militer Thailand, tembakan pertama dilepaskan oleh pihak Kamboja pada pukul 08.20, setelah peringatan suara disampaikan namun tak digubris.
Sebagai balasan, Thailand meluncurkan serangan udara ke dua target militer di dalam wilayah Kamboja. Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan resmi mengenai korban jiwa dari pihak Kamboja.
Namun aksi militer tersebut menandai eskalasi baru yang belum pernah terjadi sejak terakhir kali konflik bersenjata memanas di kawasan itu lebih dari satu dekade lalu.
Di sisi lain, Kementerian Pertahanan Kamboja membantah keras tudingan bahwa mereka memulai serangan. Jubir Maly Socheata menyatakan bahwa pasukan Thailand-lah yang pertama melanggar batas wilayah dan menembaki titik penjagaan Kamboja.
"Militer Thailand melanggar kedaulatan wilayah Kerajaan Kamboja. Kami hanya membela diri, sesuai hukum internasional," katanya.
Kamboja juga menuding Thailand melakukan "invasi terbuka" dan menyebut balasan mereka sebagai tindakan sah demi menjaga kedaulatan nasional.
Sengketa ini semakin rumit setelah sehari sebelumnya, pada Rabu malam (23/7/2025), hubungan diplomatik kedua negara mulai retak.
Pemerintah Thailand mengusir Duta Besar Kamboja dan menarik pulang diplomatnya dari Phnom Penh, menyusul ledakan ranjau di kawasan perbatasan yang melukai lima tentara patroli Thailand, satu di antaranya kehilangan kaki.
Bangkok menuding ranjau tersebut baru ditanam oleh pasukan Kamboja, tetapi Phnom Penh membantah keras.
"Kami menolak keras tuduhan itu. Masih banyak ranjau sisa perang masa lalu yang belum dibersihkan," ujar Kementerian Pertahanan Kamboja dalam pernyataan resminya.
Kamboja merespons pengusiran diplomat itu dengan menurunkan hubungan diplomatik ke tingkat paling rendah dan mengusir pejabat kedutaan Thailand dari Phnom Penh.
Menanggapi krisis yang semakin panas, Kedutaan Besar Thailand di Phnom Penh mengeluarkan imbauan resmi kepada seluruh warga negaranya untuk segera pulang ke Thailand, kecuali memiliki kepentingan sangat mendesak.
Langkah ini diambil sebagai bentuk antisipasi terhadap kemungkinan memburuknya kondisi keamanan.
Penjabat Perdana Menteri Thailand, Phumtham Wechayachai, menegaskan bahwa pemerintahannya tidak akan tinggal diam. “Kami berkomitmen melindungi kedaulatan kami dan tetap berpegang pada hukum internasional,” katanya kepada wartawan di Bangkok.
Sengketa wilayah antara Thailand dan Kamboja, terutama di kawasan "Segitiga Zamrud" yang mempertemukan perbatasan tiga negara, Thailand, Kamboja, dan Laos, telah berlangsung selama beberapa dekade.
Kompleks kuil-kuil kuno seperti Prasat Ta Muen Thom telah lama menjadi simbol nasionalisme sekaligus titik rawan konflik.
Ketegangan kali ini diperparah oleh situasi domestik di kedua negara. Di Thailand, Perdana Menteri Paetongtarn Shinawatra sedang menjalani masa skorsing terkait penyelidikan etik, membuat kepemimpinan berada di tangan pelaksana tugas.
Sementara itu, Kamboja baru saja mengumumkan kebijakan wajib militer bagi warga sipil yang akan diberlakukan mulai tahun depan, sebuah langkah yang dibaca sebagai antisipasi terhadap meningkatnya ketidakstabilan regional.
Konflik yang melibatkan dua negara ASEAN ini memicu kekhawatiran akan dampak lebih luas terhadap stabilitas kawasan. Belum ada sinyal bahwa mediasi akan segera dilakukan. Situasi pun terus memanas, seiring kedua pihak saling meningkatkan postur militer di perbatasan.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]