WAHANANEWS.CO, Jakarta - Tiga kapal perusak Angkatan Laut Amerika Serikat (AS) dilaporkan berada di dekat perairan Venezuela, memicu eskalasi ketegangan yang semakin panas, Senin (18/8/2025).
Ketiga kapal perang tersebut adalah USS Gravely, USS Jason Dunham, dan USS Sampson, yang dipersenjatai rudal Tomahawk jarak jauh dengan kemampuan menghantam sasaran hingga 1.000 kilometer.
Baca Juga:
Inilah 7 Fakta Menarik Caracas, Salah Satu Kota Paling Berbahaya di Dunia
Pada saat bersamaan, Washington berencana mengirim sekitar 4.000 marinir ke kawasan tersebut sebagai bagian dari operasi militer.
Venezuela yang dipimpin Presiden Nicolás Maduro berada di utara Amerika Selatan, dengan Maduro kembali memenangkan pemilu 28 Juli 2024 yang ditolak banyak negara, termasuk Amerika Serikat, Chile, Guatemala, dan Uruguay, karena dianggap penuh manipulasi.
AS bahkan menuduh Maduro terlibat dalam jaringan narkotika Kartel de los Soles yang bekerja sama dengan FARC Kolombia dan kartel Meksiko.
Baca Juga:
Jumlah Migran yang Tertangkap di Perbatasan Selatan AS Capai Rekor
Presiden AS Donald Trump dikabarkan mengerahkan tiga kapal perang itu sebagai bagian dari upaya menekan perdagangan narkoba yang disebut-sebut melibatkan Maduro.
Bulan ini, Washington meningkatkan tekanan terhadap Maduro dengan menggandakan hadiah menjadi 50 juta dolar AS atas tuduhan narkoba terhadap pemimpin Venezuela tersebut.
Maduro yang berkuasa sejak 2013 menggantikan Hugo Chávez adalah tokoh utama Partai Sosialis Bersatu Venezuela (PSUV) dengan ideologi chavismo yang menekankan sosialisme, populisme, dan anti-imperialisme.
Meski tujuan akhir pengerahan kapal perang tersebut belum jelas, Gedung Putih menegaskan bahwa ini adalah bagian dari strategi militer Trump melawan narkotika.
“Presiden Trump telah bersikap sangat jelas dan konsisten,” kata juru bicara Gedung Putih Karoline Leavitt kepada wartawan.
“Dia siap menggunakan setiap elemen kekuatan Amerika untuk menghentikan narkoba membanjiri negara kita dan membawa mereka yang bertanggung jawab ke pengadilan. Rezim Maduro bukanlah pemerintahan Venezuela yang sah,” tambahnya.
Gedung Putih menyebut rezim Maduro sebagai kartel narkotika yang dipimpin langsung oleh Maduro, yang telah didakwa di pengadilan federal New York pada 2020 atas konspirasi narkoterorisme dengan FARC Kolombia.
“Selama lebih dari 20 tahun, Maduro dan sejumlah rekan tingkat tinggi diduga berkonspirasi dengan FARC, menyebabkan berton-ton kokain masuk dan menghancurkan komunitas Amerika,” kata Jaksa Agung AS William P. Barr kala itu.
CNN melaporkan bahwa pejabat AS telah memerintahkan pergerakan angkatan laut di wilayah tersebut untuk menekan kelompok penyelundup narkoba.
Reuters menambahkan pada Senin (18/8/2025), USS Gravely, USS Jason Dunham, dan USS Sampson dengan sekitar 4.000 pasukan militer diperkirakan tiba di tepi perairan Venezuela dalam 36 jam.
Selain kapal perang, pengerahan tambahan mencakup pesawat mata-mata P-8 Poseidon dan setidaknya satu kapal selam serang yang akan beroperasi di wilayah udara dan laut internasional selama beberapa bulan.
Seorang pejabat AS menegaskan bahwa aset militer ini bukan hanya untuk pengawasan, tetapi juga bisa digunakan sebagai pangkalan serangan terarah bila diperlukan.
Meskipun bentuk aksi militer AS belum diketahui, pengerahan kapal perusak dan ribuan marinir dianggap sebagai sinyal kuat kepada Maduro.
Pentagon bahkan memiliki opsi melakukan serangan udara, mencegat pengiriman narkoba, atau mengerahkan pasukan darat dari perairan internasional sewaktu-waktu.
Menanggapi situasi ini, Maduro mengumumkan pengerahan lebih dari 4,5 juta anggota milisi di seluruh Venezuela sebagai langkah defensif.
Mereka adalah sukarelawan yang diperbantukan untuk memperkuat pertahanan angkatan bersenjata terhadap potensi ancaman eksternal maupun internal.
“Kekaisaran telah menjadi gila dan kembali mengancam perdamaian dan ketenangan Venezuela,” kata Maduro dalam sebuah acara di Caracas tanpa merinci langkah militer lebih lanjut.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]