WahanaNews.co | Direktur Jenderal Taipei Economy and Trade Office (TETO) Surabaya, Benson Lin, meminta tokoh muda Nahdlatul Ulama (NU), Zahrul Azhar Asumta alias Gus Hans, mendukung perdamaian di Laut Natuna Utara.
Hal itu demi memperlancar perdagangan antarnegara, termasuk Indonesia dengan negara asing lainnya.
Baca Juga:
Petinggi Militer Negara ASEAN Sepakati Latihan Bersama di Natuna Utara
“Kalau situasi ini tidak menentu, akhirnya jalur perdagangan akan terganggu dan perdamaian di negara-negara sekitar juga akan terganggu,” kata Benson, Kamis (16/9/2021).
Gus Hans sependapat dengan permintaan Benson.
Dia menilai bahwa Laut Natuna Utara memang menjadi rebutan banyak negara, karena merupakan jalur tercepat dari Samudera Pasifik menuju Samudera Hindia.
Baca Juga:
Bakamla RI Gelar Rapat Perdana Tim Pelaksana Forum KKPH 2023
Selain itu, juga merupakan tempat bagi beberapa jalur pelayaran tersibuk di dunia.
Total perdagangan tiap tahunnya diperkirakan lebih dari empat triliun dolar Australia.
Bahkan, kandungan alam yang bernilai ribuan triliun ada di wilayah tersebut.
Lautnya juga menghubungkan Asia Timur dengan India, Asia Barat, Eropa, dan Afrika.
"Tidak ada salah satu negara yang mengkooptasi atau mengakuisisi wilayah itu, karena pasti akan berdampak pada perdamaian," ujar dia.
Menurut Gus Hans, sikap diplomatik Indonesia juga sependapat dengan yang disampaikan Taiwan.
Namun, tidak ada hubungan diplomatik antara keduanya.
"Yang kami bicarakan adalah konteks perdamaian,” sambungnya.
Menurut dia, perdamaian sifatnya universal.
Tidak memandang negara, agama, jabatan, dan itu adalah hal dan kewajiban bersama menjaga perdamaian.
Dia berharap, masyarakat dan pemerintah memberikan atensi penyelesaian sengketa di Laut Natuna Utara, karena menyangkut kedaulatan.
Apalagi, wilayah itu masih diakui China.
“Saya mendukung pemerintah pusat meneruskan langkah mengubah nama Laut China Selatan menjadi Laut Natuna Utara, untuk menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya sikap yang tegas,” ucap dia.
Dia juga berharap kepada semua pihak agar tak melebarkan masalah Laut Natuna Utara ke isu-isu SARA, etnis, dan golongan tertentu.
“Jangan dijadikan komoditas politik ketika ada hajat politik di Indonesia,” pungkas Gus Hans. [qnt]