WAHANANEWS.CO, Jakarta - Topan Kajiki melanda Vietnam dan menimbulkan bencana besar.
Berdasarkan laporan otoritas setempat pada Selasa (26/8/2025), badai tersebut telah menewaskan sedikitnya tiga orang serta mengakibatkan sepuluh orang lainnya mengalami luka-luka.
Baca Juga:
Makanan Ringan Indonesia Raup Potensi Transaksi Rp4,28 Miliar di Vietfood Beverage & Propack 2025
Kajiki membawa curah hujan sangat tinggi yang mengguyur tanpa henti sejak Senin (25/8/2025) sore.
Hujan deras itu memicu peringatan serius dari pemerintah mengenai ancaman banjir bandang dan tanah longsor di sejumlah wilayah rawan.
Mengutip laporan CNA, dampak yang ditinggalkan Kajiki sangat luas.
Baca Juga:
Vietnam Curi Gol Jelang Turun Minum, Indonesia Tertinggal 0-1 di Final AFF U-23
Data sementara menyebutkan hampir 7.000 unit rumah rusak, lebih dari 28.800 hektare areal persawahan terendam banjir, serta sekitar 18.000 pohon tumbang diterjang angin kencang.
Selain itu, 331 tiang listrik roboh yang menyebabkan pemadaman listrik meluas di beberapa provinsi.
Kondisi darurat tersebut turut ditunjukkan dalam pemberitaan media pemerintah Vietnam yang menayangkan foto-foto jalanan di ibu kota Hanoi.
Sejumlah ruas jalan tampak tergenang banjir parah pada Selasa (26/8/2025) pagi, membuat aktivitas warga lumpuh.
Badai Kajiki pertama kali mendarat di kawasan pesisir utara-tengah Vietnam pada Senin (25/8/2025) sore.
Setelah itu, intensitasnya berangsur melemah dan pada Selasa pagi berubah status menjadi depresi tropis saat bergerak ke arah Laos.
Meski melemah, dampak hujan lebat masih terus dirasakan di wilayah utara Vietnam.
Badan cuaca nasional bahkan memperingatkan bahwa dalam kurun waktu enam jam, curah hujan di beberapa daerah bisa mencapai 150 milimeter, jumlah yang cukup untuk memicu banjir besar serta tanah longsor.
Sebelum menghantam Vietnam, Topan Kajiki sempat melintas di sepanjang garis pantai selatan Pulau Hainan, Tiongkok, pada Minggu (24/8/2025).
Perjalanan badai ini meninggalkan jejak kerusakan di berbagai wilayah Asia Tenggara dan menimbulkan kekhawatiran mengenai potensi bencana susulan di negara-negara tetangga.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]