Ketiga, program yang perlu ditambahkan yaitu memastikan kecukupan gizi pada ibu menyusui karena tanpa konsumsi gizi yang baik, kata Syafiq, ibu menyusui bisa gagal dalam mengawal ASI eksklusif.
“Diperlukan zat gizi yang cukup supaya ibu menyusui mampu memberikan ASI eksklusif selama enam bulan,” tuturnya.
Baca Juga:
Pemerintah Kota Semarang Raih Penghargaan Terbaik I Penanganan Stunting di Jawa Tengah
Syafiq menjelaskan bahwa kebutuhan gizi pada ibu dalam masa menyusui justru lebih tinggi jika dibandingkan dengan masa kehamilan, bahkan jika dibandingkan pada saat ibu tidak hamil.
“Setelah anaknya lahir, jangan lupa ibu harus konsumsi lebih banyak gizi dibandingkan pada saat anaknya masih dalam kandungan,” ujar Syafiq.
Terakhir, ia merekomendasikan tambahan program terkait dengan edukasi manajemen laktasi yang benar pada ibu menyusui.
Baca Juga:
Bele Mo'o Sehati: Strategi Dinkes Gorontalo Tangani Stunting dengan One Stop Service
Manajemen laktasi, terang Syafiq, mencakup durasi hingga frekuensi pemberian ASI dalam satu hari agar bayi bisa mendapatkan ASI secara baik dan kebutuhan gizinya terpenuhi.
Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh Kementerian Kesehatan menunjukkan angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 adalah 24,4 persen. Penelitian SEANUTS II juga menunjukkan angka prevalensi yang hampir tidak jauh berbeda, yakni 28,4 persen atau satu di antara 3,5 anak berperawakan pendek disebabkan oleh kekurangan gizi kronis.
“Pemenuhan gizi yang belum tercukupi baik sejak dalam kandungan hingga bayi lahir dapat menjadi pemicunya (malnutrisi). Karenanya, penting bagi perempuan khususnya ibu dan calon ibu untuk membekali diri dengan pengetahuan terkait kebutuhan gizi berkualitas bagi diri, juga keluarga,” kata Syafiq. [rsy]
Ikuti update
berita pilihan dan
breaking news WahanaNews.co lewat Grup Telegram "WahanaNews.co News Update" dengan install aplikasi Telegram di ponsel, klik
https://t.me/WahanaNews, lalu join.