WahanaNews.co, Karawang - Kasus dugaan keracunan makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Karawang memasuki babak baru. Hasil investigasi lapangan yang dilakukan oleh tim gabungan
relawan kesehatan, perwakilan orang tua siswa, dan jurnalis independen menemukan indikasi kelalaian penyimpanan bahan baku di gudang tanpa pendingin, yang diduga kuat menjadi pemicu gejala keracunan puluhan siswa sekolah dasar dan menengah di wilayah tersebut.
Pada Rabu (2/10), tim menemukan sejumlah bahan pangan — seperti ayam potong, telur, dan sayur mayur — disimpan di gudang tertutup dengan suhu mencapai 35–38 derajat Celsius. Tidak ada fasilitas pendingin maupun ventilasi memadai.
Baca Juga:
Menu MBG: Sosis, Nugget, dkk Tidak Disarankan, Begini Dampak Buruknya
“Ketika kami buka gudangnya, aroma anyir langsung keluar. Banyak bahan makanan yang tampak layu dan basah,” ungkap Dede Supriatna, salah satu orang tua siswa SMP di Kec. Karawang Barat yang ikut dalam pemeriksaan.
Lebih lanjut, ditemukan bahwa wadah nasi dan lauk digunakan berulang kali tanpa pencucian layak, dan proses pengemasan dilakukan di ruangan minim pencahayaan dan tanpa alat pelindung diri bagi pekerja dapur.
Pada Selasa (1/10), puluhan siswa dari tiga sekolah di Karawang — yakni SDN Adiarsa, SMPN 2 Karawang, dan SDN Palumbonsari — mulai mengeluh mual, pusing, dan sakit perut usai
menyantap menu MBG yang terdiri dari nasi, ayam kecap, capcay, dan sambal goreng kentang.
Baca Juga:
Darurat Keamanan Pangan, 180 Dapur MBG di Jakarta Belum Bersertifikat SLHS
Sebanyak 27 siswa harus mendapatkan perawatan di Puskesmas Adiarsa, sementara lainnya memilih rawat jalan. Hingga saat ini, seluruh korban dilaporkan telah pulih, namun masih dalam pemantauan tim medis.
“Kami menerima pasien dengan gejala klasik keracunan makanan — mulai dari mual hingga diare. Setelah ditelusuri, semuanya sempat menyantap makanan MBG dari dapur yang sama,” jelas dr. Lia Wulandari, tenaga medis Puskesmas setempat.
Pengakuan Pekerja Dapur
Salah satu pekerja dapur MBG, yang meminta identitasnya dirahasiakan, mengaku bahwa pelatihan higienitas belum pernah dilakukan oleh pihak pengelola.
“Kami hanya disuruh cepat masak dan bagi porsi. Tidak pernah ada pengecekan suhu makanan atau kualitas bahan baku. Pendingin juga tidak ada karena katanya sedang rusak,” ujarnya.
Keterangan ini menguatkan dugaan bahwa dapur MBG di wilayah Karawang belum memenuhi standar operasional sebagaimana yang diwajibkan oleh Dinas Ketahanan Pangan dan Dinas Kesehatan Jawa Barat.
Dinas Pendidikan Kabupaten Karawang hingga kini belum memberikan tanggapan resmi. Namun salah satu pejabat internal yang enggan disebutkan namanya mengakui adanya kekurangan
dalam sistem pengawasan.
“Jumlah dapur MBG cukup banyak, sementara petugas pengawas hanya sedikit. Kemungkinan besar celah ini yang dimanfaatkan oleh penyedia untuk menurunkan standar,” ujarnya.
Sementara itu, Lembaga Swadaya Konsumen Pangan Jawa Barat mendesak pemerintah daerah segera melakukan audit total terhadap seluruh dapur MBG, serta menunda
penyaluran makanan hingga standar kebersihan dan penyimpanan dipastikan aman. Para orang tua murid yang tergabung dalam Forum Peduli Pendidikan Karawang menyatakan kekecewaannya terhadap pelaksanaan MBG yang dinilai “asal jalan”.
“Programnya bagus, tapi jangan sampai anak-anak jadi korban percobaan. Kami minta Bupati
Karawang turun langsung dan pastikan dapur MBG tidak lagi menjadi sumber penyakit,” tegas Ratna Komalasari, perwakilan forum.
Langkah Lanjut Tim investigasi telah menyerahkan laporan hasil temuan lapangan, foto dokumentasi, dan
keterangan saksi kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Karawang. Hingga kini, belum ada keterangan resmi apakah dapur penyedia MBG tersebut akan dikenai sanksi administrasi atau pidana.
Namun berdasarkan Pasal 62 ayat (1) UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap pelaku usaha yang memproduksi dan memperdagangkan barang atau jasa
yang tidak memenuhi standar keamanan dapat dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun
atau denda hingga Rp2 miliar.
[Redaktur: Alpredo]