WahanaNews.co | Direktur Kesehatan Jiwa, Kementerian Kesehatan drg. Vensya Sitohang mengungkapkan Pandemi Covid-19 memberikan dampak mental di masyarakat.
Misalnya, pada sebagian orang mengalami masalah gangguan mental neurologis dan juga penggunaan zat.
Baca Juga:
Presiden Prabowo dan Sekjen PBB António Guterres Bahas Sejumlah Isu Strategis dalam Pertemuan Bilateral di Brasil
"Kondisi pandemi (Covid-19) memperparah ataupun semakin mempengaruhi kesehatan jiwa," katanya pada konferensi pers di Hotel Conrad, Bali, dikutip dari kemkes.go.id, Selasa (17/5).
Angka prevalensi masalah gangguan mental meningkat 1 sampai 2 kali lipat dibandingkan kondisi sebelum pandemi Covid-19. Kelompok yang terpapar dengan gangguan jiwa pun berbeda-beda.
Psikiater Dr. dr. Hervita Diatri, Sp.KJ (K) menjelaskan kelompok orang yang terpapar gangguan jiwa berbeda-beda dan memiliki penatalaksanaan yang berbeda pula.
Baca Juga:
RI-Selandia Baru Tegaskan Komitmen untuk Tingkatkan Kerja Sama Kedua Negara
Kelompok yang pertama adalah mereka yang sebenarnya normal sebelumnya atau tidak ada masalah kesehatan jiwa kemudian menjadi memiliki masalah sampai mengalami gangguan jiwa.
Kelompok kedua adalah mereka yang memang sejak awal sudah mengalami masalah kesehatan jiwa.
Dia mengambil contoh, mereka yang sudah tinggal dengan kekerasan di rumah tangga, kondisi itu membuat menjadi begitu dekat dengan pelakunya terus-menerus, sehingga masalah gangguan jiwanya menjadi lebih besar.
Kelompok ketiga adalah mereka yang memang sebelumnya sudah memiliki masalah kesehatan fisik dan mengalami kesulitan untuk mengakses layanan kesehatan. Sehingga sangat wajar bila merasa cemas dan berdampak pada penyakit bawaan.
Misalnya, kankernya tambah berat, hipertensi, jantung, dan sebagainya menjadi berat. Demikian juga teman-teman dengan gangguan jiwa tidak bisa memiliki akses pengobatan
Kelompok terakhir adalah kelompok yang terutama banyak ditemukan di Juli 2021 saat gelombang kedua pandemi Covid-19. Ketika masalah oksigen langka sementara asupan oksigen ke otak kurang, bisa saja pada akhirnya menyebabkan gangguan jiwa yang menetap.
"Masalah bunuh diri sebagai contoh, di 5 bulan awal pandemi Covid-19 datang, survei mengatakan bahwa 1 dari 5 orang di Indonesia usia 15 sampai 29 tahun terpikir untuk mengakhiri hidup. Selanjutnya 1 tahun pasca pandemi oleh survei yang berbeda didapatkan data 2 dari 5 orang memikirkan untuk bunuh diri. Dan sekarang di tahun awal 2022 itu sekitar 1 dari 2 orang yang memikirkan untuk mengakhiri hidup," kata dr. Hervita.
Sejalan dengan komitmen global untuk mengatasi masalah kesehatan mental, ASEAN plus Three Leader (Republik Rakyat Tiongkok, Jepang, dan Korea) mengakui bahwa promosi kesehatan mental diidentifikasi sebagai salah satu prioritas kesehatan di bawah agenda pembangunan kesehatan ASEAN pasca 2015.
Drg. Vensya melanjutkan promosi itu dilakukan antara lain dengan mempromosikan berbagai model dan praktek efektif tentang program dan intervensi kesehatan mental di antara negara anggota ASEAN dan peningkatan integrasi program kesehatan mental di tingkat perawatan primer dan sekunder.
"Pandemi juga berdampak pada kesehatan mental dan penting untuk mendapatkan perhatian dari negara-negara di ASEAN, maka dalam rangkaian acara 15th ASEAN Health Ministers Meeting ini menjadi momentum untuk meningkatkan kepedulian masyarakat ASEAN terhadap kesehatan jiwa," ucapnya. [rin]