Osteoporosis terjadi, juga dikarenakan bayi yang berada dalam kandungan merebut kandungan kalsium yang masih dibutuhkan oleh sang ibu.
“Jika perempuan perempuan yang hamilnya terlalu muda tulangnya tidak kuat dan cenderung pendek kemudian keropos, tentu bayinya tidak sehat atau stunting. Jangan hamil di usia yang terlalu muda karena pertumbuhan masih terjadi,” kata Hasto.
Baca Juga:
BKKBN Sulut dan Pemkab Minahasa Selatan Libatkan Pakar Identifikasi Penyebab Stunting
Menurutnya, perebutan gizi dan kalsium dapat berdampak pada kualitas anak karena memperbesar potensi terjadinya kekerdilan (stunting) hingga kecacatan sejak dalam kandungan.
Sayangnya pula, Indonesia belum memiliki kebijakan seperti di negara maju yang mampu menciptakan sumber daya manusia unggul melalui pemeriksaan plasenta.
Negara-negara maju itu, menggunakan plasenta untuk mengetahui kualitas anak yang akan dilahirkan.
Baca Juga:
BKKBN Sulut Tekankan Pentingnya Dukungan Pemangku Kepentingan Turunkan Angka Stunting
Jika diketahui bayi tersebut tidak berkualitas atau cacat, maka orangtua berhak melakukan terminasi atau aborsi.
Tetapi karena Indonesia belum sampai ke tahap itu, sangat penting mendorong pengetahuan prakonsepsi di kalangan remaja agar setiap kehamilan direncanakan.
“Kita pro-life bukan pro-choice. Oleh karena itu hamil harus dirawat, harus betul-betul dipertahankan kecuali mengancam jiwa. Itulah makanya adik-adik harus disiapkan betul karena kita tidak mengenal menyeleksi bayi yang tidak bagus diaborsi, tidak mengenal sama sekali,” katanya.