WahanaNews.co | Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) bersama IDI Wilayah Papua memprotes keras aksi kekerasan berupa pemukulan yang dilakukan keluarga pasien terhadap tenaga kesehatan dr James Redi, SpB (Onk), salah satu dokter bedah onkologi yang bertugas di wilayah Papua.
Ketua Umum PB IDI dr M Adib Khumaidi mengatakan, semua tenaga kesehatan (nakes) berhak atas perlindungan risiko kesehatan dan keselamatan di tempat kerja.
Baca Juga:
Derap Pembangunan 23 Tahun Otonomi Khusus di Papua, Refleksi dan Capaian di Papua Barat Daya
Para tenaga kesehatan ini menghadapi berbagai risiko kerja yang terkait dengan bahaya biologis, kimia, fisik, ergonomis, dan psikososial yang memengaruhi keselamatan mereka dan pasien.
Menurutnya fasilitas kesehatan, pemerintah, serta aparat perlu menyediakan langkah-langkah kesehatan dan keselamatan kerja untuk melindungi para tenaga kesehatan dan juga sistem kesehatan dasar yang berfungsi dengan baik dan kuat agar tenaga Kesehatan dapat bekerja secara produktif.
“Setiap dokter dan tenaga Kesehatan pasti akan selalu melakukan yang terbaik bagi masyarakat. Tindakan kekerasan pada tenaga Kesehatan tentunya akan mengganggu pelayanan pada masyarakat," dalam keterangannya yang diterima Beritasatu.com, Selasa (19/4/2022).
Baca Juga:
Aktivis HAM Esra Mandosir Meninggal Dunia, LP3BH Manokwari Sebut Kematiannya Diduga Tidak Wajar
Sementara Ketua IDI Wilayah Papua dr Donald Aronggear menambahkan selama ini wilayah timur Indonesia terutama Papua sangat kekurangan tenaga kesehatan dokter spesialis karena minimnya jaminan perlindungan dari pemerintah setempat dan aparat pada tenaga kesehatan.
"Saat ini hanya ada dua dokter spesialis bedah onkologi di wilayah Papua yang harus melayani sekitar 4,3 juta penduduk. Apabila kondisi seperti ini terus dibiarkan terjadi, maka dikhawatirkan akan mengganggu pelayanan kesehatan pada masyarakat setempat," ungkapnya.
Aparat kepolisian di Jayapura saat ini sedang menindaklanjuti laporan dari pihak korban (dr James Redi dan IDI wilayah Papua). Meski demikian, dr Donald berharap bahwa kejadian seperti ini tidak akan terulang lagi.