WAHANANEWS.CO, Jakarta - Ratusan pengungsi korban banjir bandang dan longsor di Kabupaten Humbang Hasundutan, Sumatera Utara, mulai mengalami berbagai gangguan kesehatan selama berada di lokasi pengungsian.
Keluhan itu tak hanya dialami oleh orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang terpaksa tinggal di ruang terbuka dengan fasilitas terbatas.
Baca Juga:
Banjir Bandang Sibolga: Pengungsi Butuh Pakaian dan Perlengkapan Bayi
Penyakit yang banyak muncul di antaranya ISPA, demam, batuk, perut kembung, hingga gangguan pada lambung.
Petugas kesehatan di Posko Desa Batunagodang, Kristina Manurung, mengungkapkan kondisi tersebut dipicu oleh lingkungan pengungsian yang tidak ideal.
Dari total 298 pengungsi yang tercatat, hampir setengahnya mengalami masalah kesehatan.
Baca Juga:
Pengungsi Banjir di Bireuen Mulai Sakit, Layanan Kesehatan dan Air Bersih Mendesak
“Yang terkena penyakit hampir setengah dari pengungsi di sini. Dikarenakan dengan kondisi seperti ini, angin malam, asap rokok jadi sirkulasinya tidak sebebas di rumah, jadi kurang sehat,” ujarnya, Selasa (9/12/2025).
Menurut Kristina, anak-anak menjadi kelompok yang paling rentan karena mereka tidur berdampingan dengan orang dewasa di ruang terbuka tanpa pelindung yang memadai.
Kondisi malam yang dingin serta minimnya ventilasi membuat penyakit mudah menyebar.
Ia menambahkan bahwa tenaga kesehatan dari Puskesmas setempat bekerja secara bergantian untuk memastikan seluruh pengungsi mendapat layanan medis.
“Kami dari pihak Puskesmas dalam menanganinya dengan cara berganti shiff dari pagi sampai malam. Bagi yang ada keluhannya kami 'standby' di sini karena stok obat kami sudah lumayan memadai," kata Kristina.
Salah satu pengungsi, Jojor Mauli dari Desa Saur Paringi, telah dua minggu tinggal di Posko Batunagodang bersama 91 kepala keluarga lainnya setelah rumah mereka hancur diterjang banjir dan longsor.
Ia mengaku kondisi kesehatannya menurun akibat udara malam yang menusuk.
“Kondisi saya sakit terserang batuk karena bila malam terasa dingin sekali. Sebab bila tidur hanya dengan beraskan terpal saja,” kata dia.
Jojor menambahkan bahwa banyak pengungsi lain juga mengalami batuk, pilek, sesak napas, dan sakit perut.
Meski begitu, ia bersyukur karena pemeriksaan kesehatan dilakukan setiap hari.
“Kami setiap hari ditensi darah dan juga diberikan obat-obatan. Bersyukur bila bantuan makanan tidak kekurangan,” ucapnya.
Situasi serupa terjadi di Posko Desa Panggunungan. Paidar Sinaga, salah satu pengungsi yang tinggal bersama sekitar 40 kepala keluarga, mengungkapkan bahwa mereka sempat menempati tenda darurat sebelum akhirnya dipindahkan ke bangunan rumah warga karena kondisi tenda tidak layak dihuni.
“Namun, kami tidak kuat dalam tenda karena tanahnya basah oleh lumpur dan tidak bisa dibuat tidur. Maka, semua yang akhirnya dipindah dan dikelompokan dalam beberapa bangunan rumah,” ujarnya.
Paidar menyebut banyak pengungsi di posko itu juga mengalami demam, pilek, dan batuk.
“Semuanyapun telah mendapat penanganan medis dari petugas kesehatan yang berjaya,” kata Paidar.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]