WahanaNews.co | Setelah keluar bantahan dari Duta Besar Republik Indonesia di Turki, kini perwakilan Dubes RI di Turki, Muhammad Iqbal mengatakan Turki justru sudah membuat 3 jenis vaksin.
"Turki sendiri sudah kembangkan 3 jenis vaksin buatan sendiri dan 2 di antaranya sudah memasuki uji klinis tahap 3," katanya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom, Senin (30/8/2021).
Baca Juga:
PDHI Gorontalo Berikan Vaksinasi Gratis untuk Hewan Peliharaan
Ia juga menuturkan berdasarkan hasil klarifikasi kepada otoritas berwenang di Turki, dipastikan tidak ada pemikiran, rencana, ataupun pembicaraan mengenai pembelian vaksin Nusantara besutan eks Menkes Terawan.
Lebih lanjut, Lalu mengatakan hasil vaksinasi lengkap atau dua dosis di Turki sudah mencapai 45 persen penduduk atau 93 juta dosis dan ditargetkan mencapai 70 persen dalam sebulan ke depan. Jadi Turki tidak cocok untuk uji klinis vaksin tahap 3 vaksin Nusantara.
"Tidak ada juga pembicaraan mengenai kemungkinan Uji Klinis vaksin Nusantara tahap 3 di Turki," bebernya.
Baca Juga:
Dinkes DKI Jakarta: Per 1 Januari 2024 Vaksinasi COVID-19 Berbayar
Isu Pembelian Vaksinasi Nusantara oleh Turki
Seperti diberitakan beberapa waktu lalu, memang sempat beredar kabar Vaksin Nusantara yang produksinya dikomando oleh dr Terawan Agus Putranto ini dipesan sebanyak lima juta dosis oleh Turki di berbagai media sosial.
Kabar terkait pemerintah Turki yang membeli 5 juta dosis vaksin Nusantara, pertama kali disinggung oleh Guru Besar Ilmu Biokimia dan Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Chairul Anwar Nidom. Prof Nidom mengaku mendapat informasi dari mantan Menkes, Terawan, bahwa pemerintah Turki tertarik untuk membeli Vaksin Nusantara.
Sementara itu, Duta Besar RI di Ankara, Turki, Lalu Muhamad Iqbal, membantah kabar pemerintah Turki telah membeli 5 juta dosis vaksin Nusantara.
"Tidak ada. Kalau pemerintah yang mau beli, pasti saya orang Indonesia pertama yang dikasih tahu," tutur Iqbal, Jumat (27/8/2021).
Nasib vaksin Nusantara telah ditetapkan melalui Memorandum of Understanding (MoU) antara Kementerian Kesehatan, BPOM, dan Tentara Angkatan Darat (TNI AD) pada April lalu.
Kepala BPOM Penny K Lukito menegaskan, bahwa vaksin Nusantara tidak dapat dikomersialkan lantaran bersifat autologus atau bersifat individual.
"Uji klinik dimasukkan dalam penelitian berbasis pelayanan. Sel dendritik yang bersifat autologus hanya dipergunakan untuk diri pasien sendiri sehingga tidak dapat dikomersialkan dan tidak diperlukan persetujuan premarket dari BPOM," ujar Penny. [rin]