Ia pun optimistis, dengan terus berlangsungnya PKG, pendeteksian dini terhadap gangguan kesehatan anak bisa lebih luas dilakukan.
Dengan demikian, penanganan bisa lebih cepat dan tepat sasaran.
Baca Juga:
PLN Terima Penghargaan ADB atas Implementasi Safeguards Proyek Ketenagalistrikan di Indonesia
“Karena ini (PKG, red) baru, jadi masih sedikit. Nanti setelah ini terus berjalan, mudah-mudahan semua nanti bisa kita lakukan pemeriksaan sehingga intervensinya juga bisa kita antisipasi dengan baik,” jelasnya.
Sementara itu, pakar kesehatan anak Dr. T.B Rachmat Sentika, SpA, MARS menegaskan pentingnya memperhatikan kebutuhan zat besi pada anak usia dini, terutama mereka yang berusia 6 hingga 24 bulan.
Menurutnya, perhatian terhadap kecukupan zat besi tak boleh hanya difokuskan pada ibu hamil dan remaja putri.
Baca Juga:
Selandia Baru Berkomitmen 25 Juta Dolar AS untuk Transisi Energi Hijau
“Upayakan anak itu mengonsumsi pangan yang difortifikasi. Yakni, makanan-makanan fabrikasi yang memang diperkaya dengan vitamin dan zat gizi mikro,” ujarnya.
Fortifikasi adalah proses penambahan vitamin dan mineral penting ke dalam bahan pangan.
Tubuh manusia tidak dapat memproduksi mikronutrien sendiri, sehingga asupannya harus didapatkan dari makanan bergizi. Beberapa produk yang umum difortifikasi di antaranya adalah tepung terigu, sereal, susu, dan roti gandum.