WahanaNews.co | Kementerian Kesehatan segera melakukan uji klinis terhadap obat-obat Covid-19. Akhir tahun 2021, diharapkan hasil uji klinis sudah dapat dipakai guna menentukan obat-obat mana saja yang cocok dengan kondisi masyarakat.
“Kementerian Kesehatan terus bekerja sama dengan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) dan rumah sakit-rumah sakit vertikal untuk melakukan review dan uji klinis dari semua obat-obatan baru,” kata Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers daring, Senin (4/10/2021).
Baca Juga:
Menkes Budi Gunadi: Perundungan di PPDS Sudah di Luar Batas, Korban Alami Pelecehan Seksual
Ia menambahkan, uji klinis akan dilakukan terhadap obat-obatan Covid-19, baik yang sifatnya monoclonal antibodies maupun obatan-obatan antivirus baru.
“Obat-obatan tersebut sudah kita approach (dekati) pabrikannya dan kita sudah juga merencanakan, untuk beberapa, malah sudah mulai uji klinis dan diharapkan di akhir tahun ini kita sudah bisa mengetahui obat-obat mana yang kira-kira cocok untuk kondisi masyarakat kita,” ungkap Budi.
Sebelumnya, seperti dilansir Kompas.com pada Senin (4/10/2021), pil antivirus yang dikembangkan perusahaan obat Amerika Serikat Merck & Co diklaim dapat mengurangi potensi kematian maupun dirawat di rumah sakit bagi orang yang berisiko tertular Covid-19.
Baca Juga:
Wabah Pneumonia Serang Anak-anak di Tiongkok, Ini Tanggapan Menkes Budi
Dilansir CNA, Merck dan mitranya, Ridgeback Biotherapeutics, berencana untuk memperoleh otorisasi penggunaan darurat AS untuk molnupiravir.
Jika mendapatkan otorisasi, pil tersebut akan menjadi obat antivirus oral pertama untuk Covid-19.
“Antivirus oral yang dapat memengaruhi risiko rawat inap hingga tingkat seperti itu akan mengubah permainan,” ujar Amesh Adalja, ilmuan senior di Pusat Keamanan Kesehatan Johns Hopkins.
Pilihan pengobatan saat ini yang biasanya diberikan untuk pasien Covid-19, termasuk remdesivir antivirus Gilead Sciences dan deksametason steroid generik.
“Ini (pil molnupiravir) akan mengubah dialog seputar cara mengelola Covid-19,” tutur Chief Executive Merck Robert Davis.
Adalja mengatakan perawatan yang tersedia saat ini “rumit dan menantang dari segi logistik untuk diberikan. Sebuah pil oral sederhana akan membalikkan itu.” [qnt]