WahanaNews.co | Saat ini kembali muncul varian turunan dari Omicron yang dijuluki BA.6.
Covid-19 Varian Eris atau subvarian Omicron EG.5 ini pun cukup menjadi perhatian masyarakat belakangan ini.
Baca Juga:
Korupsi APD Kemenkes, KPK Ungkap Satu Tersangka Beli Pabrik Air Minum Kemasan Rp60 Miliar
Dilansir dari Daily Mail, subvarian tersebut lantas membuat para ilmuwan Inggris kembali mengingatkan masyarakat untuk tetap mengenakan masker.
Pasalnya, subvarian BA.6 itu disebut-sebut telah memicu lonjakan kasus di dua negara, yakni Denmark dan Israel.
Tak hanya itu saja, subvarian ini juga menimbulkan kekhawatiran baru.
Baca Juga:
Korupsi APD Covid Negara Rugi Rp24 Miliar, Eks Kadinkes Sumut Divonis 10 Tahun Bui
Para ilmuwan mengungkapkan, bahwa BA.6 memicu berkurangnya keefektifan vaksin yang saat ini telah beredar di masyarakat.
Hal itu disebabkan karena struktur virus yang mengalami mutasi atau perubahan ketika sedang menggandakan atau membuat salinan dirinya sendiri.
Meski demikian, hingga kini para ilmuwan belum bisa mengungkapkan lebih lanjut terkait karakteristik dan seberapa bahaya subvarian BA.6 tersebut.
Mereka juga mengimbau masyarakat agar tidak perlu panik. Pasalnya, masih terlalu dini untuk menerapkan pembatasan seperti era pandemi karena kemunculan dari beberapa subvarian Omicron tersebut.
Sebelumnya, organisasj kesehatan dunia (WHO) telah mengklarifikasikan strain virus corona EG.5 atau Eris yang beredar di Amerika Serikat dan China menjadi Variant of Interest (VOI).
Varian ini tidak menimbulkan lebih banyak ancaman kesehatan bagi masyarakat jika dibandingkan dengan virus lainnya.
Varian virus yang dikenal cepat akan penyebarannya tersebut diperkirakan telah ditemukan pada lebih dari 17 persen kasus.
Beberapa pengaruhnya, seperti tingkat keparahan penyakit, pelepasan kekebalan, penularan, dan kemampuan tidak terdeteksi.
Subvarian EG.5 merupakan keturunan dari XBB.1.9.2 yang memiliki karakteristik mirip dengan XBB.1.15. Subvarian ini pertama kali dilaporkan pada 17 Februari 2023 dan kini sudah menyebar di 51 negara menurut data GISAID.
Amerika Serikat (AS) menjadi salah satu negara yang kini tengah dihadang varian tersebut lantaran memicu kenaikan kasus.
Bahkan, rawat inap rumah sakit di AS telah meningkat menjadi 14 persen atau 10.320 kasus dalam seminggu.
Meski begitu, jumlah tersebut masih tergolong kecil dibandingkan pada puncak pandemi sebelumnya, seperti varian Omicron hingga Delta di negara itu.
[Redaktur: Zahara Sitio]