WahanaNews.co | Dokter spesialis paru dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Dr. H. Mohamad Yanuar Fajar mengingatkan pasien asma tak boleh menggunakan obat golongan shortacting beta-agonists (SABA) secara berlebihan.
Alasannya karena dapat menimbulkan efek samping yang buruk.
Baca Juga:
57,5 Persen Pasien di Indonesia Masih Alami Serangan Asma
"SABA itu punya kelemahan, ya. Pertama, dia kan paling sering menggunakan salbutamol. Salbutamol itu efek sampingnya berdebar-debar. Hampir semua pasien yang menggunakan SABA berlebih itu berdebar-debar dan tangannya gemetar," kata Yanuar dalam acara temu media di Jakarta, dikutip Antara, Rabu (10/05/2023).
Lebih lanjut, Yanuar mengatakan, penggunaan SABA secara berlebihan juga dapat meningkatkan risiko terjadinya serangan asma, rawat inap karena asma, bahkan kematian.
SABA merupakan jenis obat yang mampu bekerja cepat dalam mengatasi serangan penyempitan saluran pernapasan.
Baca Juga:
Segera Hindari! Ini 3 Penyebab Utama Penyakit PPOK yang Perlu Diketahui
Contoh obat yang termasuk jenis SABA di antaranya salbutamol, fenoterol, procaterol, dan terbutaline.
SABA sering menjadi pilihan utama ketika seseorang terkena serangan asma karena sangat membantu meredakan serangan dengan cepat.
Adapun contoh pengobatan SABA adalah inhaler dan nebulizer. Yanuar menuturkan, sekitar 90 persen pasien asma merasa lebih baik setelah menggunakan SABA.