WahanaNews.co | Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) angkat bicara mengenai RUU Kesehatan.
PDGI menilai RUU Kesehatan berpotensi mengancam keselamatan pasien dan kriminalisasi tenaga kesehatan (Nakes).
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Reformasi di Bidang Pelayanan
“Setelah dipelajari pasal per pasal oleh Tim PB PDGI, RUU Kesehatan ini berpotensi mengancam keselamatan pasien dan sekaligus rawan kriminalisasi para nakes," ujar Ketua Umum PB PDGI Usman Sumantri, Senin (10/4/2023).
Menurut Usman, kesimpulan tersebut merupakan hasil dari masukan dan tanggapan seluruh organisasi di bawah naungan PDGI.
Termasuk Ikatan Keahlian dan Kolegium Keilmuan Kedokteran Gigi serta Asosiasi Fakultas Kedokteran Gigi Indonesia (AFDOKGI).
Baca Juga:
Jokowi Harap RUU Kesehatan Dapat Reformasi Pelayanan Kesehatan di Indonesia
“Semua surat tanggapan yang intinya menolak isi draft RUU Kesehatan dan menghendaki perubahan pada pasal-pasal dalam RUU tersebut. Tanggapan aspirasi dari internal PDGI dari seluruh Indonesia ini akan menjadi dasar bagi pengambilan keputusan PB PDGI untuk diserahkan ke DPR,” katanya.
Senada, anggota Tim Hukum dan Legislasi PB PDGI Paulus Januar Satyawan menilai, ada cukup banyak pasal yang dianggap kontroversial.
Menurut Paulus, PB PDGI telah mengerahkan Tim Hukum dan Legislasi untuk menelaah pasal demi pasal yang ada dalam RUU Kesehatan.
Paulus menyebut, setidaknya ditemukan 20 pasal yang tidak dapat diterima oleh PDGI untuk ditetapkan menjadi undang-undang.
Sebab pasal-pasal tersebut dianggap bermasalah baik secara subtansi maupun secara redaksional yang dapat menimbulkan multitafsir.
“Tim Hukum dan Legislasi PDGI telah merumuskan usulan perubahan terhadap pasal-pasal yang kontroversial tersebut. Pasal yang bermasalah secara subtansi diganti atau dihapus. Pasal yang bermasalah secara redaksional diubah dengan tujuan untuk mempertegas agar tidak terjadi multi tafsir,” ucapnya.
Anggota Tim Hukum dan Legislasi PDGI Khoirul Anam memaparkan, ada beberapa hal krusial dari RUU Kesehatan yang dianggap tidak memberikan perlindungan hukum kepada para tenaga Kesehatan.
"Dokter maupun dokter gigi diancam dengan hukum pidana sekalipun telah menjalankan tugasnya dengan benar,” katanya.
Dia menyebut, terdapat beberapa pasal yang juga dianggap melemahkan organisasi profesi. Bahkan, ada pasal-pasal yang seharusnya ada tapi dihilangkan.
"Masih ada banyak isu krusial yang disoroti misalnya hilangnya peran organisasi profesi dalam mengontrol kompetensi anggotanya. Padahal hal ini sangat penting untuk menjaga kualitas pelayanan medis kepada masyarakat," katanya.
Khoirul Anam menjelaskan, organisasi profesi selama ini selalu memantau dan membina anggotanya agar senantiasa memberikan layanan yang profesional kepada pasien.
Hal ini dikontrol dan dibina melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan serta pemberian rekomendasi izin praktik.
Namun dalam draft RUU Kesehatan hal tersebut ditiadakan atau diambil alih oleh pihak lain.
“Akibat paling mendasar dari perubahan ini adalah mengancam akan berdampak pada faktor keselamatan pasien," ujarnya.
Sementara itu, pakar pendidikan kedokteran gigi Suryono menilai, isu kurangnya akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat akibat minimnya SDM dan ketidakmerataan keberadaan SDM.
“Masalah ini bisa ditangani dengan penerapan AHS (Academic Health System). AHS sangat mendukung pemenuhan SDM untuk memenuhi transformasi pelayanan kesehatan rujukan Kesehatan," katanya. [Tio/Sindo]