WahanaNews.co | Seorang peneliti dari Amerika Serikat mengatakan hampir seluruh populasi dunia terpapar pemanasan global selama bulan Juni-September sebagai akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Musim panas di belahan bumi utara pada tahun 2023 telah menjadi musim panas terpanas sejak pencatatan dimulai, dengan gelombang panas yang berkepanjangan di Amerika Utara dan Eropa selatan menyebabkan bencana kebakaran hutan dan lonjakan angka kematian.
Baca Juga:
Mengungkap Rahasia Alam: Gempa Bumi Ternyata Kunci Pembentukan Bongkahan Emas
Juli adalah bulan terpanas yang pernah tercatat, sementara suhu rata-rata di bulan Agustus juga 1,5 Celcius lebih tinggi dibandingkan suhu pra-industri.
Sebuah studi yang dilakukan oleh Climate Central, sebuah kelompok penelitian yang berbasis di AS, mengamati suhu di 180 negara dan 22 wilayah.
Mereka menemukan bahwa 98% populasi dunia terpapar suhu yang lebih tinggi yang setidaknya dua kali lebih besar kemungkinannya disebabkan oleh polusi karbon dioksida.
Baca Juga:
Penelitian Ungkap Generasi X dan Milenial Berisiko Tinggi Alami Kanker
“Hampir tidak ada seorang pun di bumi yang lolos dari pengaruh pemanasan global selama tiga bulan terakhir,” ujar Andrew Pershing, wakil presiden bidang sains Climate Central dilansir dari Reuters, Minggu (10/9/2023).
“Di setiap negara yang dapat kami analisis, termasuk belahan bumi selatan, yang merupakan waktu terdingin sepanjang tahun, kami melihat suhu yang sulit dicapai tanpa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia,” jelasnya.
Climate Central menilai apakah kejadian panas lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim dengan membandingkan suhu yang diamati dengan suhu yang dihasilkan oleh model yang menghilangkan pengaruh emisi gas rumah kaca.
Dikatakan bahwa sebanyak 6,2 miliar orang mengalami setidaknya satu hari suhu rata-rata yang setidaknya lima kali lebih mungkin terjadi akibat perubahan iklim, nilai maksimum dalam Indeks Pergeseran Iklim dari Climate Central.
"Gelombang panas di Amerika Utara dan Eropa Selatan tidak mungkin terjadi tanpa perubahan iklim, kata Friederike Otto, ilmuwan iklim di Institut Perubahan Iklim dan Lingkungan Grantham.
“Kami telah mengamati gelombang panas yang terisolasi,” tutupnya.
[Redaktur: Zahara Sitio]