WahanaNews.co | Pandemi Covid-19 belum juga menunjukkan
tanda-tanda akan berakhir.
Maka, upaya penanganan dan pencegahan Covid-19 terus diupayakan
pihak Pemerintah Indonesia demi menekan angka Covid-19 yang terus meningkat.
Baca Juga:
Lima Tahun Setelah COVID-19: WHO Desak China Berbagi Data, Ini Jawabannya
Menteri
Riset Teknologi/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN),
Bambang Brodjonegoro, mengatakan, penanganan Covid-19 tak hanya berkutat pada
upaya penyembuhan dan pencegahan.
Saat
ini, Indonesia juga berkutat pada masalah lain terkait Covid-19. Masalah ini
berkaitan dengan hadirnya limbah atau sampah Covid-19.
"Sampah
limbah ini, contohnya Alat Pelindung Diri (APD), masker, sampai limbah pada
pemakaian rapid test, misalkan," kata Bambang, dalam webinar forum diskusi ilmiah
secara virtualmelalui kanal YouTube Kemenristek, Jumat (5/2/2021).
Baca Juga:
3 Negara Ini Masuk Daftar Wisata Luar Negeri dengan Risiko Tinggi di 2025
Terkait
hal itu, Menristek tak ingin penanganan Covid-19 meninggalkan kasus baru
mengenai limbah. Karena, adanya limbah ini bakal berdampak serius kepada
lingkungan.
Untuk
itu, pihaknya juga serius pada pengendalian limbah Covid-19.
"Itu
mesti turut dipikirkan. Kami akan berfokus kepada limbah akibat adanya
Covid-19," lanjut Bambang.
Belum
lagi, vaksinasi yang sudah dimulai tahun ini bisa menambah daftar limbah baru
Covid-19. Utamanya, limbah jarum suntik.
Limbah
jarum vaksinasi, menurutnya, akan sangat besar jumlahnya. Mengingat vaksinasi dilakukan
untuk 180 juta populasi dan dilakukan dalam dosis tertentu sebanyak dua kali.
Untuk
ini, minimal ada 360 juta jarum yang menjadi limbah.
"Nah, ini
yang sudah kita upayakan buat sistemnya, sudah ada alatnya dan mudah-mudahan
bisa segera dipakai, sehingga bisa mencegah limbah yang besar. Metoda yang
kita akan gunakan mudah-mudahan bisa mengatasi itu dengan cepat," kata
dia.
Menristek
Dukung Stem Cell
Selain
urusan limbah, Bambang menyoroti metoda Mesenchymal
Stem Cell (MSC) yang dipercaya
dapat memberikan terapi pengobatan kepada penderita Covid-19 dengan kategori
berat. Tahap
uji klinis pun telah dilakukan.
"Untuk
Mesenchymal Stem Cell yang dikembangkan Prof Ismail dari
Universitas Indonesia, saat ini statusnya sudah melakukan uji klinis dan diajukan
ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk mendapatkan izin
pemanfaatan," kata Bambang.
Bambang
mengatakan, hal ini melengkapi terapi konvalesen untuk penderita Covid-19
kategori ringan dan sedang.
"Jika
ada yang ringan dan sedang, pasti ada terapi bagi kategori berat,"
ujarnya.
Menristek
menuturkan, riset dan pemanfatan sel punca harus terus diperkuat,
sehingga lama kelamaan selain sudah dijamin keamanannya, yang paling penting
juga adalah terjamin efektivitasnya.
"Artinya
bisa meningkatkan tingkat kesembuhan dan paling penting menurunkan tingkat
kematian. Ini adalah hal penting di dalam treatment
(perawatan) bagaimana caranya kesembuhan meningkat dengan mengurangi kematian
secara signifikan," tutur Bambang.
Ia
mengatakan, ada terapi lain eksosom untuk melengkapi terapi-terapi sebelumnya.
Sejauh
ini, ia mengatakan telah diperoleh izin persetujuan BPOM untuk memproduksi
eksosom yang akan diteliti.
"Tidak
hanya konvalesen, stem cell dan eksosom, akan ada vaksin merah putih yang
kemungkinan baru bisa digunakan atau mendapatkan izin di tahun 2022," ujar
Bambang.
Tingkat
Kesembuhan Cukup Tinggi
Sementara,
Ketua Konsorsium Sel Punca PRN, Ismail Hadisoebroto Dilogo, yang ikut hadir,
mengatakan, sel punca memiliki fungsi untuk melakukan reparasi atau
perbaikan jaringan.
"Sel
punca diimplantasikan ke daerah sel yang rusak sehingga dapat melakukan proses
untuk menggantikan sel yang rusak," kata dia.
Penggunaan
sel punca dan eksosom dilakukan dengan cara penyuntikan melalui pembuluh darah
vena.
Sel
punca dan eksosom masuk ke sirkulasi darah kecil menuju jantung kanan dan
dipompa menuju paru sampai di alveolus.
Eksosom
berfungsi sebagai mediator komunikasi antar sel yang sangat penting untuk
mengatur pertukaran protein dan material genetik antara donor dengan sel di
sekitarnya sehingga mendorong perbaikan sel.
Eksosom
harus berasal dari sel punca mesenkimal yang sehat.
Sementara,
Dokter Spesialis Bedah Ortopedi dan Traumatologi, Bambang Darwono,
menuturkan, bukti klinis saat ini menunjukkan, antara lain,
seorang perempuan berumur 60 tahun diberikan terapi sel punca, dan sembuh dari
Covid-19 setelah 12 hari perawatan.
"Kemudian,
seorang anak laki-laki berusia dua tahun sembuh dari Covid-19 setelah diberikan
terapi sel punca dan menjalani perawatan selama lima hari," ujarnya.
Usai diberikan terapi sel punca, seorang pria berusia 65 tahun
sembuh dari Covid-19 setelah 23 hari menjalani perawatan, dan seorang pria
berusia 39 tahun sembuh dari Covid-19 pasca 17 hari perawatan. [dhn]