WAHANANEWS.CO, Jakarta - Fenomena Fear of Missing Out atau yang lebih dikenal dengan istilah FOMO, kini semakin banyak dialami oleh masyarakat global, tak terkecuali di Indonesia.
Istilah ini mengacu pada rasa takut ketinggalan informasi, tren, atau aktivitas yang sedang terjadi, terutama di media sosial.
Baca Juga:
Viral di Medsos, Pengantin Pria Vietnam Dikecam Karena Tertawa Saat Istrinya Tersandung di Hari Pernikahan
Dalam era digital yang serba terhubung, FOMO kerap muncul sebagai dampak dari kebiasaan berselancar di berbagai platform seperti Instagram, X (Twitter), TikTok, dan lainnya.
Perasaan ini membuat banyak individu merasa cemas atau khawatir jika tidak mengikuti perkembangan terbaru, baik itu berita, gaya hidup, tren fesyen, hingga pencapaian orang lain.
Dalam jangka panjang, FOMO bukan sekadar persoalan sosial biasa ia bisa memengaruhi kesehatan mental dan kesejahteraan psikologis seseorang.
Baca Juga:
Gadis 14 Tahun Hilang di Bogor Diduga Jadi Korban TPPO, Polisi Amankan Seorang Pria
Menurut berbagai sumber, termasuk Halodoc, FOMO bisa menjadi pemicu munculnya kecemasan, stres berkepanjangan, hingga rasa rendah diri.
Hal ini terjadi karena individu cenderung membandingkan hidup mereka dengan apa yang ditampilkan orang lain di media sosial, padahal belum tentu gambaran tersebut adalah kenyataan yang utuh.
Dampaknya tidak berhenti sampai di situ. FOMO juga berkaitan erat dengan gangguan tidur, yang muncul akibat kebiasaan begadang demi terus mengikuti kehidupan orang lain secara daring.
Akibatnya, kualitas istirahat menjadi menurun drastis dan berpengaruh terhadap energi dan produktivitas di keesokan harinya.
Seiring waktu, pola hidup seperti ini dapat memicu kelelahan mental dan fisik secara bersamaan.
Melansir dari Halodoc, disebutkan bahwa FOMO bisa memberi dampak besar terhadap kehidupan sehari-hari, dan jika tidak dikendalikan dengan bijak, bisa menyebabkan penurunan kualitas hidup.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk memahami cara-cara yang tepat dalam mengelola FOMO agar tidak berdampak serius terhadap kehidupan personal maupun sosial.
Berikut ini beberapa strategi sederhana namun efektif untuk mengurangi dampak negatif FOMO:
1. Kurangi tekanan dengan menerima kondisi
Langkah pertama dalam mengatasi FOMO adalah dengan menyadari bahwa perasaan tersebut adalah hal yang wajar.
“Mengakui bahwa FOMO adalah hal normal bisa membantu mengurangi rasa cemas. Penerimaan diri membuat pikiran jadi lebih ringan,” demikian dijelaskan dalam artikel Halodoc.
Dengan sikap menerima, seseorang akan lebih tenang dalam menghadapi tekanan sosial dan mampu melihat realita secara lebih objektif.
2. Prioritaskan hal penting dalam hidup
Memiliki fokus yang jelas terhadap apa yang benar-benar penting dalam hidup dapat membantu seseorang untuk tidak mudah terdistraksi oleh apa yang dilakukan orang lain.
“Fokuslah pada tujuan dan kebutuhan yang benar-benar berarti untukmu. Dengan begitu, hidupmu jadi lebih terarah dan bermakna,” tulis Halodoc.
Ini berarti bahwa menata prioritas akan memperkuat identitas dan arah hidup seseorang, tanpa harus terus-menerus mengejar validasi dari dunia maya.
3. Jangan sering membandingkan diri
Salah satu akar dari FOMO adalah kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain. Padahal, setiap individu memiliki jalur kehidupan dan prosesnya masing-masing.
“Membandingkan hidup dengan orang lain hanya akan memicu rasa insecure. Lebih baik hargai proses dan pencapaianmu sendiri,” lanjut penjelasan dari Halodoc.
Belajar bersyukur dan menghargai perjalanan pribadi dapat meningkatkan rasa puas dan bahagia dalam hidup.
4. Cari bantuan profesional bila perlu
Jika FOMO sudah mulai terasa mengganggu aktivitas sehari-hari dan berdampak pada kesehatan mental, maka tidak ada salahnya untuk mencari bantuan.
“Jika FOMO sudah terlalu mengganggu, jangan ragu untuk mencari pertolongan ke psikolog. Langkah ini bisa menjaga kesehatan mentalmu,” saran Halodoc.
Berkonsultasi dengan profesional bisa membuka jalan pemulihan yang lebih sistematis dan terarah.
Secara keseluruhan, meskipun FOMO merupakan bagian dari dinamika kehidupan modern, bukan berarti kita harus selalu tunduk padanya.
Dengan meningkatkan kesadaran, mengelola waktu penggunaan media sosial, dan menjaga kesehatan mental, setiap individu bisa menjalani kehidupan dengan lebih tenang dan bermakna tanpa harus merasa tertinggal dari apa yang terjadi di luar sana.
[Redaktur: Ajat Sudrajat]