WahanaNews.co | Saat mengalami luka luar, sebagai langkah pertama biasanya kita menggunakan cairan pembersih luka. Hal ini penting untuk mencegah luka terpapar penyebab infeksi.
Namun, cairan pembersih yang digunakan perlu disesuaikan dengan luka yang dialami agar bisa sembuh dengan lebih baik. Ketahui jenis-jenis cairan pembersih luka yang bisa digunakan di bawah ini.
Baca Juga:
Gubernur Meresmikan Rumah Sakit Khusus Infeksi Baru
Jenis-jenis cairan pembersih luka
Cairan pembersih luka berfungsi untuk membersihkan luka dari benda-benda asing yang mungkin menempel pada luka, seperti bakteri, debu, paparan bahan kimia, kulit mati, atau kotoran lainnya.
Sangat penting untuk memastikan luka sudah bersih sebelum melakukan langkah pengobatan luka lainnya karena bisa membantu mempercepat proses penyembuhan dan mengurangi risiko infeksi.
Baca Juga:
Potensi Bahaya Jamur pada Tembok Saat Hujan: Perhatikan Jenisnya dan Pencegahannya
Maka dari itu, langkah ini perlu dilakukan pada semua jenis luka kulit, baik yang akut maupun kronis.
Ada beberapa jenis cairan pembersih yang tepat digunakan untuk membersihkan luka, antara lain sebagai berikut.
1. Natrium klorida (NaCL) atau saline
Air infus, yang secara medis disebut natrium klorida (NaCL) atau saline, bisa digunakan untuk membersihkan luka.
Namun, pastikan NaCL yang digunakan memiliki kandungan 0,9%, jangan lebih dari kadar tersebut. NaCL dengan kadar 0,9% bisa menjadi pilihan cairan pembersih yang paling aman untuk hampir semua jenis luka.
Ini karena cairan tersebut memiliki sifat yang mirip dengan air dan kadar racun yang rendah dibandingkan dengan cairan pembersih lainnya, sehingga tidak akan mengganggu proses penyembuhan.
Saline juga umumnya tidak menyebabkan reaksi alergi pada kulit atau mengubah kadar flora di kulit.
Namun, air infus tidak memiliki fungsi antibakteri, sehingga tidak ampuh untuk membersihkan luka nekrosis atau luka yang kotor.
Meski bisa digunakan untuk semua jenis luka, cairan ini utamanya perlu digunakan untuk mengobati luka pada orang dengan daya tahan tubuh rendah, menderita diabetes, atau mengalami luka terbuka hingga terlihat bagian otot atau tulang.
2. Chlorhexidine
Chlorhexidine merupakan cairan pembersih dengan fungsi antibakteri, sehingga bisa mencegah bakteri masuk dan menyebar di dalam tubuh melalui luka, kecuali yang masuk melalui otot bagian dalam.
Namun sayangnya, cairan tubuh dan air bisa menghilangkan fungsi antibakteri tersebut. Fungsi ini juga tidak ampuh terhadap bakteri kecil dan virus tertentu, seperti polioviruses dan adenovirus.
Selain itu, cairan ini bisa menyebabkan iritasi kulit dan kulit sensitif hingga bisa memicu reaksi alergi berupa dermatitis kontak.
Jika digunakan di sekitar mata, chlorhexidine bisa menimbulkan konjungtivitis dan ulkus kornea. Sementara bila digunakan sebagai obat kumur, gigi bisa mengalami perubahan warna.
3. Povidone iodine
Povidone iodine, atau yang biasa terkandung dalam betadine, bisa digunakan sebagai cairan pembersih untuk luka terbuka, seperti luka gigitan, tusukan, dan luka tembak.
Beberapa studi juga membuktikan cairan ini bisa digunakan untuk perawatan luka operasi dan menurunkan risiko infeksi pada jenis luka tersebut.
Pasalnya, cairan ini memiliki fungsi antimikroba yang bisa mencegah penyebab infeksi, seperti bakteri Staphylococcus aureus (S. aureus), dermatophytes, jamur, dan virus.
Meski begitu, povidone iodine tidak cocok untuk menangani luka kronis karena tidak boleh digunakan lebih dari tujuh hari.
Agen sitotoksik pada povidone iodine pun dapat memperlambat waktu penyembuhan. Bukan cuma itu, cairan ini juga bisa menyebabkan iritasi, kering, dan perubahan warna kulit.
Kelenjar tiroid pun bisa terdampak akibat penggunaan cairan ini.
4. Hidrogen peroksida (H2O2)
Hidrogen peroksida (H2O2) atau hydrogen peroxide bisa digunakan sebagai cairan yang ampuh untuk membersihkan kotoran dan jaringan nekrosis yang ada pada permukaan luka.
Namun, cairan ini tidak dapat digunakan sendiri karena harus dibilas dengan saline setelahnya.
Saat ini, H2O2 juga sudah jarang digunakan sebagai cairan pembersih luka. Ini karena H2O2 bisa menghambat proses penyembuhan dan penutupan luka.
Cairan ini juga tidak dapat digunakan untuk membersihkan luka di sekitar saluran sinus.
5. Asam asetat atau asam cuka
Berdasarkan studi dalam jurnal Indian Journal of Plastic Surgery, asam asetat atau asam cuka paling tepat digunakan untuk membersihkan luka dari bakteri, seperti S. aureus, MRSA, dan Pseudomonas aeruginosa.
Cairan ini juga bisa membantu mempercepat proses penyembuhan. Akan tetapi, asam asetat bisa menimbulkan rasa perih saat luka dibersihkan.
6. Octenidine
Cairan octenidine bisa digunakan untuk membersihkan luka pada permukaan kulit, kecuali luka yang dekat dengan saluran sinus.
Octenidine diketahui bisa mempercepat proses penyembuhan luka. Cairan ini juga ampuh untuk mencegah infeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa (P. aeruginosa) dan S. aureus.
7. Air
Selain infus dan zat-zat di atas, air juga bisa digunakan sebagai cairan pembersih yang alami untuk membersihkan luka.
Meski begitu, Anda disarankan untuk menggunakan air minum, bukan air keran. Ini bertujuan untuk menghindari paparan penyebab infeksi yang mungkin terkandung dalam air keran.
Air minum bisa menjadi pilihan yang lebih aman jika tidak ada cairan pembersih luka lainnya. Namun, hindari menggunakan air pada luka yang dalam, terutama hingga terlihat bagian tulang atau otot.
Bolehkah menggunakan alkohol sebagai cairan pembersih luka?
Masih banyak orang yang menggunakan alkohol untuk membersihkan luka apa pun yang dialami. Mereka menggunakan cairan ini karena sifat antiseptik dalam alkohol yang disebut dapat membunuh bakteri.
Padahal, perlu Anda pahami, penggunaan alkohol pada luka bisa berbahaya, sehingga tidak disarankan.
Faktanya, cairan antiseptik, seperti alkohol, justru dapat merusak jaringan sehat di sekitarnya. Jaringan baru yang terbentuk disebut sangat rentan terhadap antiseptik karena lebih sensitif daripada kulit yang sudah matang.
Jadi, lebih baik gunakan pilihan cairan pembersih luka di atas untuk mengurangi hal-hal yang tidak diinginkan. [rna]