WAHANANEWS.CO, Lombok Utara - Sosok Misri Puspita Sari akhirnya terungkap sebagai perempuan yang turut ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembunuhan Brigadir Muhammad Nurhadi di Gili Trawangan, Nusa Tenggara Barat.
Di balik nama dan wajahnya yang belum dikenal publik, tersimpan kisah hidup yang getir sekaligus rumit: anak yatim dari keluarga sederhana, yang menjadi tulang punggung sejak muda, dan kini harus berhadapan dengan tuduhan terlibat dalam sebuah kematian tragis.
Baca Juga:
Diplomat Kemlu Ditemukan Tak Bernyawa dengan Wajah Terlakban, Ada Sidik Jari di TKP
Misri, 23 tahun, dijerat dalam kasus yang sama dengan Kompol I Made Yogi Purusa Utama, atasan Nurhadi yang diduga membayar Rp 10 juta untuk mengajaknya berpesta dan bermalam di sebuah vila mewah.
Menurut pengacaranya, Yan Mangandar Putra, Misri hanya lulusan SMA, namun dikenal berprestasi semasa sekolah.
Ia menghidupi ibunya dan lima saudara setelah ayahnya, seorang penjual ikan, wafat.
Baca Juga:
Diplomat RI Tewas dengan Kepala Terbalut Lakban, Jejak Digitalnya Banjir Ucapan Duka
Yan menjelaskan bahwa perkenalan antara Misri dan Yogi sudah berlangsung sejak 2024, meski hanya sebatas kenal lewat seorang teman.
“Yogi dulu sempat dekat sama perempuan di Jakarta, temannya Misri,” ungkap Yan.
Baru pada April 2025, hubungan mereka kembali berlanjut, dimulai dari pesan singkat di Instagram yang berujung percakapan WhatsApp.
Pada 15 April 2025, sehari sebelum peristiwa pembunuhan, Yogi mengajak Misri ke Lombok.
Ia menyanggupi dan begitu tiba di Lombok, dijemput oleh Nurhadi, yang menurut pengacara, hanya berperan sebagai sopir pribadi Yogi.
Saat sampai di vila, sudah ada Yogi, Haris Chandra (perwira polisi lain), dan seorang perempuan bernama Melanie Putri yang menemani Haris.
“Sedangkan almarhum (Nurhadi) tidak ditemani perempuan, dia hanya jadi sopir,” jelas Yan.
Alkohol, Obat Penenang, dan Inex
Peristiwa kelam itu terjadi di Teluk Nare, Gili Trawangan. Misri tidur sekamar dengan Yogi, sementara Haris dengan Melanie. Nurhadi, kata Yan, awalnya ikut Haris.
Menjelang malam, pesta dimulai. Semua peserta dikatakan mengonsumsi obat, Riklona sebagai penenang dan ekstasi (Inex) dalam jumlah setengah butir.
Riklona dibeli Misri di Bali atas permintaan Yogi, sementara Inex dibawa langsung oleh Yogi.
Nurhadi diminta mencari alkohol dan hanya berhasil mendapatkan tequila. Ia dimarahi karena dianggap tak memenuhi permintaan.
Namun Misri sempat membela, mengatakan, “Minum saja apa yang ada.” Akhirnya, hanya Nurhadi dan Haris yang meminum alkohol tersebut.
Hilang Kesadaran
Saat dalam kondisi tidak sadar, Misri melihat Nurhadi menciumi Melanie di atas kolam renang.
“Misri menegur Nurhadi, bilang ‘Jangan begitu, itu cewek abangmu’,” kata Yan.
Tak lama, Haris dan Melanie kembali ke kamar mereka. Misri tetap berada di sekitar kolam, sementara Yogi tidur-tiduran.
Pada pukul 19.55 WITA, Misri merekam video pendek berdurasi tujuh detik yang menunjukkan Nurhadi masih hidup dan berada di kolam.
Rekaman ini dijadikan salah satu bukti bahwa Nurhadi masih dalam kondisi sadar dan sehat pada jam tersebut.
“Setelah itu klien saya sempat bangunkan Yogi, lalu masuk kamar mandi cukup lama, lebih dari 20 menit. Antara pukul 20.00 sampai 21.00 itulah waktu yang dimungkinkan korban meninggal,” ujar Yan.
Tiga Kali Haris Kembali ke Vila
Berdasarkan rekaman CCTV, Haris disebut bolak-balik ke vila sebanyak tiga kali.
Kali ketiga terjadi sekitar pukul 19.58 WITA, menjadi waktu krusial yang tengah didalami penyidik.
Anehnya, tidak satu pun dari ketiga tersangka, Misri, Yogi, maupun Haris, mengaku tahu bagaimana Nurhadi tewas.
“Yang membuat janggal, tidak ada satu orang pun yang melihat kejadian, padahal hasil visum menunjukkan ada kekerasan cukup parah,” kata Yan.
Menurut penyidik, karena tidak ada saksi mata langsung namun ada tiga orang yang berada di lokasi, maka ketiganya dianggap saling bekerja sama atau setidaknya tahu dan membiarkan tindakan kekerasan tersebut.
Ketakutan hingga ‘Dirasuki Arwah’
Yan menilai kliennya diperlakukan tidak adil. Ia menegaskan Misri ke Lombok bukan atas inisiatif sendiri, tetapi karena diajak oleh Yogi, dan mengikuti sebagai bentuk ‘tuntutan pekerjaan’ untuk melayani pelanggan.
“Yang kedua, klien saya dalam kondisi fly. Jadi wajar kalau dia tidak bisa mengingat kejadian antara pukul 20.00 sampai 21.00,” tegas Yan.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka pada 17 Juni 2025, Misri disebut mengalami tekanan mental berat. Ia sempat menjalani dua hari konseling dan hipnoterapi.
Menurut Yan, selama itu Misri kerap ‘kerasukan’ sosok arwah Nurhadi yang menyebutkan pelaku dan cara kematiannya.
“Dia sulit membuka ingatan. Saat hipno, dia bilang ada sosok besar yang wajahnya tidak kelihatan melarangnya untuk bercerita,” ujarnya.
Yan juga mengindikasikan kemungkinan adanya tekanan lain dari pihak luar.
“Saya melihat Misri, selain takut pada Kompol Yogi, dia juga seakan berada dalam satu jaringan yang mengontrolnya. Mungkin dari pihak ‘mami’ atau muncikari,” ungkapnya.
Kini, publik menanti kebenaran di balik kematian tragis Brigadir Muhammad Nurhadi dan peran tiga orang yang terseret dalam pusaran kasus ini.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]