WahanaNews.co | RM, warga negara asing (WNA) asal India, dilaporkan menggunakan paspor, surat vaksinasi Covid-19, dan hasil tes PCR palsu, saat masuk ke Indonesia melalui Bandara Soekarno-Hatta, pada 8 Februari 2022.
Kepala Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Soekarno-Hatta Romi Yudianto menyatakan, pihaknya mengetahui hal itu usai menangkap RM pada 8 Februari 2022.
Baca Juga:
Kasus Investasi Fiktif Taspen, KPK Dalami Penempatan Reksadana PT IIM
Setelah ditangkap, warga negara (WN) India itu digeledah dan diperiksa.
Berdasar penggeledahan dan pemeriksaan, warga negara India itu diketahui memalsukan paspor, sertifikat vaksinasi Covid-19, hasil tes PCR, dan asuransi.
Romi mengatakan, RM juga memiliki beberapa kartu tanda pengenal asal Kanada.
Baca Juga:
Terkait Kasus IUP Kaltim, KPK Geledah 2 Rumah di Samarinda-Kutai
"RM tertangkap tangan menggunakan paspor palsu berinisial VM dengan foto yang telah diganti," ujar Romi dalam keterangannya, Kamis (10/2/2022).
"Dirinya juga kedapatan memalsukan sertifikat vaksin, surat PCR, asuransi, hingga (memiliki) beberapa kartu (tanda) pengenal Kanada," sambungnya.
Setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta menggunakan maspai Malaysia Airlines dengan nomor penerbangan MH 721, RM menghilangkan dokumen-dokumen palsu itu kecuali paspor dan asuransi.
Boarding pass pesawat juga turut dilenyapkan oleh WN India itu.
"RM diketahui memotong dokumen-dokumen tersebut menjadi serpihan kecil, kemudian membuangnya ke dalam kloset di Terminal Kedatangan (Bandara Soekarno-Hatta," jelas Romi.
Menurut Romi, RM memotong dokumen itu sebelum pemeriksaan Covid-19 yang dilakukan oleh petugas Kesehatan Pelabuhan Bandara Soekarno-Hatta.
RM pun mampu mengelabui petugas kesehatan pelabuhan berbekal dokumen palsu.
"Pelaku berhasil mengelabuhi petugas Kesehatan Pelabuhan dengan dokumen atas nama VM. Namun, (RM) tertangkap saat melalui pemeriksaan Keimigrasian," ungkap Romi.
Terkini, pihak Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta masih mendalami lagi kasus tersebut.
Romy menambahkan, akibat perbuatannya, RM disangkakan Pasal 121 huruf B UU Nomor 6 Tahun 2011 dengan ancaman pidana penjara maksimal 5 tahun serta denda hingga Rp 500 juta. [qnt]