WahanaNews.co | Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto dituntut dengan pidana 18,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto adala eks Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kementerian Pertahanan RI (Kemenhan) periode Agustus 2012 sampai dengan September 2016
Baca Juga:
Korut Rencanakan Peluncuran Satelit, Jepang-Korsel Minta Dibatalkan Langsung
Jaksa penuntut umum koneksitas menilai Agus telah terbukti secara bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan Satelit Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada Kemenhan tahun 2012 sampai 2021 yang merugikan keuangan negara sejumlah Rp453.094.059.540,68.
"Menjatuhkan pidana penjara terhadap terdakwa I Laksamana Muda TNI Purnawirawan Agus Purwoto selama 18 tahun dan 6 bulan dikurangi selama terdakwa berada di dalam tahanan dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan," ujar jaksa saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jumat (7/7/2023) melansir CNNIndonesia.
Agus disebut terbukti melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan primer.
Baca Juga:
Ilmuwan Takjub, Ada 3 Bulan Baru Mengorbit di Neptunus dan Uranus
Lebih lanjut, Agus juga dituntut dengan pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti sebesar Rp135,9 miliar. Apabila tidak dibayar paling lama satu bulan setelah putusan memperoleh hukuman tetap atau inkrah, maka harta bendanya disita dan dilelang oleh jaksa.
"Jika harta bendanya tidak cukup untuk menutupi uang pengganti, maka dipidana selama sembilan tahun dan tiga bulan penjara," kata jaksa.
Agus dinilai terbukti telah memperkaya korporasi Avanti Communications Limited sebesar Rp453.094.059.540,68 sehingga merugikan keuangan negara sejumlah tersebut.
Jumlah itu berdasarkan laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Atas Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Proyek Pengadaan Satelit Slot Orbit 123o BT pada Kementerian Pertahanan tahun 2012 sampai 2021 oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Nomor: PE.03.03/SR-607/D5/02/2022 tanggal 12 Agustus 2022.
Tindak pidana terjadi pada periode Desember 2015 sampai Agustus 2018 di Kantor Direktur Jenderal Kekuatan Pertahanan pada Kemenhan dan di Kantor Inmarsat Satellite Communication Service 99 City Rd, London EC1Y 1AX, Great Britain.
Agus disebut melakukan tindak pidana bersama-sama dengan Komisaris Utama PT Dini Nusa Kusuma (PT DNK) Arifin Wiguna; Konsultan Teknologi PT DNK 2015-2016 dan Direktur Utama PT DNK periode 2016-2020 Surya Cipta Witoelar; dan Senior Advisor PT DNK Thomas Anthony Van Der Heyden.
Dalam surat tuntutannya, jaksa menuturkan peran Agus yakni telah menandatangani kontrak sewa Satelit Artemis antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited, meskipun sewa satelit floater yaitu Satelit Artemis tidak diperlukan. Agus juga tidak berkedudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) karena tidak pernah mendapat penunjukan dari Pengguna Anggaran (PA) dalam hal ini Menteri Pertahanan sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak memiliki wewenang untuk menandatangani kontrak.
Berdasarkan hal tersebut, belum tersedia anggaran dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Kemenhan, belum ada Rencana Umum Pengadaan Barang/Jasa, belum ada Kerangka Acuan Kerja (KAK) atau Term of Reference (TOR), dan belum ada Harga Perkiraan Sendiri (HPS), serta tidak ada proses pemilihan penyedia barang/jasa dan wilayah cakupan layanan Satelit Artemis tidak sesuai dengan filling satelit di Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur (BT), dan Satelit Artemis memiliki spesifikasi yang berbeda dengan Satelit Garuda 1.
Sedangkan Arifin, Surya dan Thomas berperan dengan meminta Agus untuk menandatangani kontrak sewa satelit floater berupa Satelit Artemis antara Kemenhan dengan Avanti Communication Limited, meskipun sewa Satelit Artemis tidak diperlukan. Terlebih, Agus tidak dalam posisi sebagai PPK sehingga tidak sesuai dengan tugas pokok dan tidak mempunyai wewenang untuk menandatangani kontrak.
Tiga terdakwa lain juga dituntut 18,5 tahun bui
Arifin, Surya dan Thomas juga dituntut dengan pidana 18,5 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Pidana tambahan uang pengganti yang diberikan berbeda.
Arifin dan Surya dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp113.273.514.885,17 subsider sembilan tahun dan tiga bulan penjara. Sedangkan Thomas dituntut membayar uang pengganti Rp90 miliar subsider sembilan tahun dan tiga bulan penjara.
Dalam pertimbangannya, jaksa mengungkapkan perbuatan para terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan pemerintah yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Agus sebagai perwira tinggi tidak memberi contoh atau teladan yang baik. Agus dkk telah merugikan keuangan negara yang cukup besar.
Para terdakwa dinilai tidak memiliki iktikad baik dalam mengembalikan kerugian keuangan negara. Keterangan mereka di persidangan dinilai berbelit-belit dan tidak menyesali perbuatannya.
"Hal meringankan para terdakwa belum pernah dihukum," ungkap jaksa.
[Redaktur: Alpredo]