WAHANANEWS.CO, Jakarta - Kemudahan bertransaksi menggunakan QRIS yang selama ini menjadi primadona pembayaran digital di Indonesia ternyata tidak luput dari incaran pelaku kejahatan siber.
Modus penipuan terbaru memanfaatkan kode QR palsu kini ramai diperbincangkan, dengan korban yang bisa kehilangan saldo rekening hanya dalam hitungan menit.
Baca Juga:
Negosiasi dengan AS Memanas, Ini Seruan Pakar untuk Pemerintah Indonesia
Fenomena ini menjadi peringatan bahwa perkembangan teknologi pembayaran tetap harus dibarengi dengan kesadaran keamanan dari semua pihak.
Modus tersebut dilakukan dengan cara pelaku membuat kode QR palsu yang meniru identitas pedagang, jenis barang, dan jumlah transaksi asli, sehingga korban tidak menyadari sedang bertransaksi dengan penipu.
Saat korban memindai atau scan QR tersebut, saldo di rekeningnya bisa terkuras habis tanpa sisa.
Baca Juga:
BI Sebut Transaksi QRIS Capai Rp80,88 Triliun di Januari 2025
Bank Indonesia sebelumnya sudah pernah memperingatkan masyarakat terkait ancaman ini.
Deputi Gubernur Bank Indonesia Filianingsih Hendarta mengatakan QRIS dibangun dengan standar keamanan nasional dan mengacu pada praktik terbaik global.
"QRIS keamanannya itu tanggung jawab bersama. BI, ASPI (Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia) dan pelaku industri PJP (Perusahaan Jasa Penilai) selalu melakukan sosialisasi dan edukasi terkait keamanan transaksi QRIS kepada para merchant," jelasnya.
Ia menegaskan, peredaran QRIS palsu harus ditanggulangi bersama, termasuk peran pedagang yang wajib memastikan gambar QRIS selalu berada di bawah pengawasan.
Selain itu, pedagang harus mengawasi langsung proses transaksi pembelian dengan QRIS, baik melalui scan gambar maupun mesin EDC, serta memeriksa status setiap pembayaran, misalnya memastikan notifikasi telah mereka terima setelah transaksi terjadi.
Namun, bukan hanya pedagang yang memikul tanggung jawab tersebut. Filianingsih menekankan pembeli juga harus memastikan QRIS yang mereka scan memiliki identitas yang sama dengan merchant.
"Namanya benar, jangan misalnya yayasan apa, tetapi namanya toko onderdil. Tidak pas," ujarnya.
"Di BI dan ASPI kita selalu melakukan pengawasan terhadap PJP QRIS dan terhadap perlindungan konsumen. Jadi itu tanggung jawab kita bersama," pungkasnya.
[Redaktur: Elsya Tri Ahaddini]