WAHANANEWS.CO, Jakarta - Pemerintah kini menyoroti kepemilikan lahan yang sangat timpang sebagai sumber utama ketimpangan ekonomi dan kemiskinan struktural.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, mengungkapkan temuan mengejutkan: hampir separuh lahan bersertifikat di Indonesia ternyata hanya dikuasai oleh segelintir elite.
Baca Juga:
Dukung Reforma Agraria, Pemkab Sikka Bakal Lakukan Redistribusi Tanah Eks HGU Nangahale
Menurut Nusron, dari total 55,9 juta hektare lahan bersertifikat di seluruh Indonesia, sebanyak 48 persen di antaranya hanya dikuasai oleh 60 keluarga.
Kepemilikan itu teridentifikasi dari perusahaan-perusahaan yang jika ditelusuri lebih dalam, mengarah pada nama-nama pribadi di balik badan hukum tersebut.
“48 persen dari 55,9 juta hektare itu hanya dikuasai oleh 60 keluarga di Indonesia. Yang kalau dipetakan PT-nya, PT-nya bisa berupa macam-macam, tapi kalau dilacak siapa beneficial ownership-nya, itu hanya 60 keluarga,” ujar Nusron dalam acara di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Minggu (13/7/2025).
Baca Juga:
Pjs. Bupati Labuhanbatu Utara Hadiri Peringatan HUT IDI ke-74
Meski tidak menyebut siapa saja nama-nama keluarga tersebut, Nusron menilai konsentrasi kepemilikan lahan ini sebagai bentuk warisan kebijakan masa lalu yang keliru.
Situasi tersebut menyebabkan kemiskinan bukan hanya terjadi secara alami, melainkan bersifat struktural akibat kebijakan negara yang tidak berpihak pada keadilan distribusi.
"Inilah problem di Indonesia, kenapa terjadi kemiskinan struktural. Kenapa? Karena ada kebijakan yang tidak berpihak. Ada tanah kutip, kalau kami boleh menyimpulkan, ada 'kesalahan kebijakan pada masa lampau'," jelasnya.
Ia menambahkan, ketimpangan penguasaan lahan ini telah mengakar hingga menyebabkan kelompok masyarakat tertentu tetap berada dalam garis kemiskinan, bukan karena mereka tidak mampu, tetapi karena sistem yang membuat mereka sulit keluar dari lingkaran itu.
"Nah ini saya anggap kebijakan yang salah secara struktural yang mengakibatkan 'kesenjangan ekonomi' secara struktural," imbuh dia.
Nusron juga menyebutkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan jajarannya untuk membenahi kondisi tersebut dengan menjunjung prinsip-prinsip keadilan dan pemerataan.
Tiga prinsip yang ditekankan Presiden, kata Nusron, adalah keadilan, pemerataan, dan kesinambungan hidup.
"Nah perintah dan mandatnya Bapak Presiden kepada kami adalah melakukan perubahan dengan menggunakan prinsip tiga. Pertama adalah prinsip keadilan, kedua adalah prinsip pemerataan, dan yang ketiga adalah prinsip kesinambungan hidup," kata Nusron.
[Redaktur: Rinrin Khaltarina]