WAHANANEWS.CO, Jakarta - Penetapan tersangka dan penahanan Direktur PT EPP berinisial SYM dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan dinilai sebagai langkah tegas penegakan hukum yang perlu diapresiasi.
MARTABAT Prabowo-Gibran merespons hal ini sebagai peringatan keras bagi seluruh pejabat di daerah lain di Indonesia.
Baca Juga:
MARTABAT Prabowo-Gibran Desak Kepala Daerah di Kawasan Jabodetabekjur Segera Buat Desain Tata Ruang Bersama Aglomerasi
"Ini adalah hasil keringat masyarakat yang dikorupsi. Kami dari MARTABAT Prabowo-Gibran mengapresiasi langkah tegas Kejati Banten yang telah menahan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan sampah di Tangsel. Ini harus menjadi warning bagi seluruh daerah di Indonesia bahwa pemerintahan Presiden Prabowo-Subianto tidak akan menolerir praktik korupsi sekecil apapun," tegas Ketua Umum DPP MARTABAT Prabowo-Gibran, KRT Tohom Purba, Kamis (17/4/2025).
Berdasarkan informasi dari Kejati Banten, tersangka SYM diduga telah bersekongkol dengan Kepala DLH Kota Tangsel, Wahyunoto Lukman, dalam proyek senilai Rp 75,9 miliar.
Persekongkolan tersebut berupa pengaturan klasifikasi baku lapangan usaha Indonesia (KBLI) agar PT EPP memiliki KBLI pengelolaan sampah, tidak hanya KBLI pengangkutan.
Baca Juga:
Kawasan Aglomerasi Jabodetabekjur Menuju Kota Global, MARTABAT Prabowo-Gibran Apresiasi Persiapan Proyek Kereta Semi Cepat Jakarta–Surabaya
Tohom menambahkan, "Ada indikasi bahwa tersangka dan pihak terkait telah memanipulasi sistem dengan tidak melaksanakan pekerjaan sesuai kontrak. Ini adalah bentuk penyelewengan yang merugikan tidak hanya keuangan negara, tapi juga masyarakat yang seharusnya mendapatkan layanan pengelolaan sampah yang baik."
Tohom yang juga Pengamat Energi dan Lingkungan, mengatakan bahwa kasus ini memperlihatkan kelemahan sistem pengawasan dalam proyek-proyek pengelolaan sampah di Indonesia.
"Pengelolaan sampah meliputi juga pemrosesan yang harus memenuhi standar lingkungan. Data menunjukkan PT EPP tidak melakukan distribusi sampah ke lokasi TPA yang sesuai ketentuan. Ini adalah pelanggaran serius yang berdampak pada lingkungan dan kesehatan masyarakat," jelasnya.
Lebih lanjut Tohom menganalisis bahwa praktik pengalihan pekerjaan kepada perusahaan lain seperti PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS, dan CV BSIR merupakan modus operandi yang kerap terjadi dalam proyek-proyek pemerintah.
"Pola ini harus dihentikan. Setiap pihak yang terlibat, baik swasta maupun pejabat, harus ditindak tegas. Kami mendorong Kejati Banten untuk menuntaskan kasus ini sampai ke akar-akarnya, termasuk menetapkan tersangka baru jika bukti-bukti mengarah ke sana," tegasnya.
Tohom juga menyoroti pembentukan CV Bank Sampah Induk Rumpintama (BSIR) yang diduga merupakan bagian dari skema korupsi, termasuk penempatan penjaga kebun Wahyunoto Lukman sebagai direktur operasionalnya.
"Penempatan orang-orang terdekat dalam proyek pemerintah tanpa kompetensi yang memadai merupakan tindakan yang mencederai semangat good governance yang diperjuangkan pemerintahan saat ini," ujar Tohom.
Di akhir pernyataannya, Tohom Purba menyerukan agar Kejati Banten segera menuntaskan penghitungan kerugian negara dan memperluas penyelidikan terhadap semua pihak yang terlibat.
[Redaktur: Mega Puspita]