WahanaNews.co | Aliansi Demokrasi untuk Papua (AIDP) melaporkan kasus penjualan senjata dan amunisi ilegal di Papua dari tahun 2011 sampai 2021.
Dari sekian jumlah tersebut terdiri dari 31 warga sipil, 14 prajurit TNI dan enam anggota Polri. Barang bukti yang dikumpulkan selama periode itu sebanyak 52 pucuk senjata api, 9.605 butir peluru.
Baca Juga:
Polisi Dalami Senpi Milik Pelaku Pembunuhan Remaja di Hotel Jaksel
Jumlah total uang yang didapat dari penjualan itu senilai Rp7.244.990.000. Maka yang menjadi pertanyaan adalah mengapa penjualan ilegal ini kerap terjadi?
Berdasarkan jurnal berjudul Strategi ASEAN dalam Upaya Pemberatasan Penyelundupan Senjata Api Ilegal dalam Perspektif UN Convetion Against Transnational Organized, keberadaan senjata api ilegal atau dikenal dengan “arms smuggling” dapat mempengaruhi tingkat kejahatan dan merusak pembangunan suatu kawasan.
Terutama penggunaan senjata api ilegal oleh berbagai gerakan separatis, kelompok teroris, dan pelaku kriminal. Beberapa contoh yang ada di Indonesia adalah Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan juga Organisasi Papua Merdeka (OPM).
Baca Juga:
Senjata Rakitan Ditemukan Dekat Lokasi Penemuan Mayat di Kalimantan Barat
Sudah banyak kasus yang terjadi terkait distribusi dan kepemilikan senjata ilegal di Indonesia.
Ada pula pada tahun 2022, Dinggen Tabuni dinyatakan bersalah karena terlibat dalam perdagangan senjata dan amunisi bagi kelompok bersenjata Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPNPB) di Kabupaten Puncak, Papua.
Di satu sisi, pemerintah Indonesia telah mengatur kepemilikan penggunaan senjata ilegal dalam Pasal 1 UU Darurat No 12 Tahun 1951 yang bersifat pidana. Isi pasal ini kira-kira menjelaskan bahwa seseorang yang membuat, menyimpan, dan menggunakan senjata api atau amunisi peledak akan dihukum mati, hukuman penjara seumur hidup, atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.