WahanaNews.co | Blok Rokan, yang berada di Provinsi Riau, resmi kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi pada 9 Agustus 2021.
Pengelolaannya kini
beralih ke PT Pertamina Hulu Rokan, setelah sebelumnya dikuasai PT
Chevron Pasific Indonesia sejak 1951.
Baca Juga:
Pertamina Komitmen Jaga Ketahanan Energi Nasional
Peralihan pengelolaan Blok Rokan ini
merupakan tindak lanjut dari keputusan pemerintah pada 6 Agustus 2018.
Saat itu, penawaran dari Pertamina
dinilai lebih baik untuk mengelola salah satu blok minyak dengan produksi
terbesar di Indonesia ini.
Lapangan produksi Blok Rokan terhitung
luas, sekitar 6.453 kilometer persegi.
Baca Juga:
Rakyat Harus Tahu, Inilah 4 Aset yang Berhasil Direbut Jokowi dari Asing
Ada dua lapangan utama, yaitu lapangan Duri yang ditemukan pada Maret 1941, dan lapangan Minas yang ditemukan pada Desember 1944.
Namun, ada yang menarik dari kegiatan
operasi yang bakal dilakukan oleh Blok Rokan ini usai alih kelola, di mana
pengelolaan Blok Rokan oleh Pertamina menggunakan sistem fiskal Gross Split.
Lalu, seberapa menguntungkan
penggunaan sistem fiskal gross split
diterapkan di Blok Rokan ini?
Berikut ulasan mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arcandra Tahar, dikutip dari Instagram-nya, Rabu (11/8/2021).
Arcandra menilai, dengan sistem ini, seluruh biaya operasi menjadi
tanggung jawab penuh dari Pertamina.
Sebagai konsekuensinya, bagi hasil
yang diterima oleh Pertamina menjadi lebih besar.
Kemudian, karena harus membiayai
operasi sendiri, kontraktor dengan sistem gross
split dituntut semakin efisien dan bertanggungjawab.
Sebab, setiap biaya yang dikeluarkan
akan mengurangi potensi keuntungan yang diperoleh.
Selain itu, lanjut Arcandra, dalam gross split
memungkinkan kontraktor dapat menjalankan bisnisnya dengan baik, karena risikonya terjaga.
Ia mencontohkan, ketika harga minyak
turun, kontraktor bisa mendapat tambahan split
dari gross revenue.
Sebaliknya, ketika
harga minyak naik, negara yang akan mendapatkan bagi hasil lebih baik.
Tak hanya itu, sistem gross split juga membuat kegiatan procurement menjadi lebih efisien, karena tidak melewati birokrasi yang panjang.
Teknologi terbaik dengan harga yang
kompetitif akan menjadi pilihan bagi kontraktor, karena
semua biaya mereka yang menanggung.
"Dan, yang
lebih penting lagi, dalam sistem gross
split, negara tetap memegang kontrol penuh terhadap kegiatan operasi di
blok migas. Termasuk penetapan bagi hasilnya," tegas Arcandra.
Untuk itu, dengan menggunakan
perhitungan gross revenue sebagai
dasar bagi hasil dengan kontraktor, negara bisa mendapatkan hasil yang optimal
dan bisa menggunakan dana APBN untuk membiayai kegiatan ekonomi lainnya. [dhn]