WahanaNews.co | Tanggal 22-23 Agustus
2020, Gedung Utama Kejaksaan Agung (Kejagung) di Jakarta mengalami kebakaran
hebat, yang baru bisa dipadamkan setelah para petugas berjuang keras selama lebih
dari 11 jam. Muncul dugaan, Kejagung "dibakar", bukan "terbakar".
Kini, berdasarkan gelar perkara, muncul kesimpulan tidak adanya unsur
kesengajaan dalam kasus kebakaran tersebut. Kesimpulan itu diambil setelah
Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) dan Dirtipidum Bareskrim Polri kembali
menggelar ekspose bersama pada Rabu (21/10/2020).
Baca Juga:
5 Smelter Babel yang Disita Kejagung di Kasus Timah Tetap Beroperasi
"Tidak
ada kesengajaan. Jadi itu, nanti kenanya kealpaan (Pasal) 188 (KUHP)," kata JAM
Pidum, Fadil Zumhana, usai gelar perkara bersama Bareskrim Polri di Kejagung,
Jakarta, Rabu (21/10/2020).
Fadil
meyakini itu karena hasil dari penyidikan di Bareskrim tak
menemukan adanya bukti-bukti
terkait sabotase, pun rencana jahat untuk membakar Gedung Utama
Kejagung.
"Jadi, yang dibicarakan ini berdasarkan alat bukti. Dan alat bukti mengatakan,
karena kealpaan. Kealpaannya bagaimana, kita akan lihat perkembangannya di
persidangan," terang Fadil.
Baca Juga:
Kejagung Sita Alat Berat dan Pemurnian di Babel, Terkait Kasus Korupsi Timah
Meskipun
meyakini peristiwa kebakaran itu sebagai insiden yang tak disengaja, dari
ekspose bersama pada kasus
tersebut Bareskrim belum menyebutkan adanya tersangka kepada JAM Pidum. Karena
itu, otoritas penuntutan pun belum menerima pelimpahan perkara hasil dari
penyidikan di Bareskrim.
"Tetapi,
progresnya sudah maju. Dari Bareskrim, sudah punya bukti-bukti, dan mereka
(Bareskrim) akan segera menetapkan tersangka," terang Fadil, menambahkan.
Ekspose
bersama kasus kebakaran Kejagung ini bukanlah yang pertama. Pada September lalu, tim dari JAM Pidum yang
bertandang ke Dirtipidum Bareskrim, untuk
gelar perkara sekaligus meminta penjelasan hasil penyelidikan dan penyidikan
kebakaran.
Di
Bareskrim, sudah ratusan orang yang diperiksa terkait insiden kebakaran
tersebut. Termasuk dari kalangan pejabat tinggi Kejagung yang ruangannya ikut terbakar, sampai pada petugas pelayanan (OB), pun
para pihak ketiga yang sedang melakukan pekerjaan di Gedung Utama Kejagung.
Sejumlah
alat bukti, seperti rekaman video (CCTV), pun turut disita selama pemeriksaan.
Akan tetapi, sampai sekarang, tim dari Bareskrim Polri belum juga menegaskan tersangkanya.
Pasal 187 dan
188 KUHP
Pada 17
September, Mabes Polri pernah melakukan gelar
perkara hasil penyelidikan terkait kasus kebakaran Gedung Kejagung. Saat itu, pihak Bareskrim menyimpulkan, ada dugaan peristiwa pidana, serta meningkatkan kasus tersebut dari penyelidikan
menjadi penyidikan.
"Dari
beberapa temuan di TKP serta olah TKP oleh rekan-rekan Puslabfor menggunakan
instrumen gaschromatography-mass spectrometer(GC-MS), serta pemeriksaan 131 saksi dengan menggunakan alat
poligraf (uji kebohongan), ahli kebakaran (untuk periksa asal api dengan teori
segitiga api), dan
ahli pidana, maka penyidik berkesimpulan, terdapat dugaan peristiwa pidana," kata Kepala
Bareskrim Polri, Komjen
Listyo Sigit Prabowo, di
Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (17/9/2020).
Penjelasan
panjang lebar Listyo itu, ihwal ditemukannya
bukti-bukti di tempat kejadian perkara kebakaran, berujung pada kesimpulan
untuk meningkatkan status kasus, dari
penyelidikan menjadi penyidikan, dengan
menerapkan Pasal 187 dan 188 KUHP.
Pasal
187 menjelaskan, "Bahwa siapa pun yang dengan sengaja menimbulkan
kebakaran, ledakan atau banjir, maka ia akan diancam dengan pidana penjara
paling lama dua belas tahun, jika perbuatan tersebut menimbulkan bahaya umum
bagi barang, dan pidana penjara paling lama lima belas tahun, jika perbuatan
tersebut membahayakan nyawa orang lain."
Kini,
setelah disimpulkan bahwa tidak ada unsur kesengajaan dalam kasus kebakaran
Gedung Kejagung, penyidik tidak lagi menggunakan
Pasal 187 KUHP. Penyidik Bareskrim saat ini hanya
menggunakan Pasal 188
KUHP, dan segera mengumumkan tersangka.
Kepala
Biro Penerangan Masyarakat Polri,
Brigadir Jenderal Polisi Awi Setiyono, hari
ini membantah anggapan adanya
perubahan pasal dalam penyidikan kasus kebakaran Gedung Kejagung.
Ia
memastikan, pihaknya sebelumnya menyampaikan dua pasal yang bisa
menjerat tersangka, yaitu Pasal 187
KUHP terkait unsur kesengajaan dan Pasal 188 KUHP terkait unsur kelalaian.
"Kita
ngomongnya dua pasal. Dari awalnya kita menyampaikan, Pak Kabareskrim menyampaikan dua pasal. Kita
tunggu besok. Saya tidak ingin mendahului penyidik," ujar Awi, saat konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan,
Kamis (22/10/2020).
Bareskrim
Polri dijadwalkan melaksanakan gelar perkara pada Jumat (23/10/2020) untuk menetapkan tersangka.
"Untuk
gelar perkara sendiri internal,
rencananya besok pagi. Nanti rekan-rekan sama-sama monitor bagaimana
keputusannya, karena itu yang memang kita tunggu, terkait penetapan tersangka," ujar Awi.
Respons DPR
Anggota
Komisi III DPR RI, Wihadi
Wiyanto, mengingatkan kembali pernyataan yang pernah
disampaikan Kabareskrim, Komjen
Pol Listyo Sigit Prabowo, yang
mengatakan bahwa ada dugaan pidana dalam kasus terbakarnya Gedung Kejagung.
"Saya
melihat adanya perubahan daripada apa yang disampaikan Kabareskrim pada saat
pertama kali rilis bahwa kebakaran Gedung
Jaksa Agung adalah sabotase atau disengaja. Terus kemudian sekarang bisa
berubah seperti itu," kata Wihadi kepada wartawan, Kamis (22/10/2020).
Ia pun
menyoroti keakuratan pernyataan Kabareskrim ketika menyampaikan ada dugaan
pidana pada kasus terbakarnya Gedung Kejagung tersebut beberapa waktu lalu.
Sejauh mana pernyataan tersebut bisa dipertanggungjawabkan dan didukung oleh
bukti yang kuat.
"Sekarang, setelah dalam penyidikan, maka timbul pertanyaan, apakah ini diintevensi ataukah ada tekanan sehingga
dikatakan tidak ada kesengajaan," ujarnya.
Wihadi
berharap kepolisian bisa menjelaskan secara transparan terkait hal tersebut.
Penjelasan secara transparan diperlukan agar tidak menimbulkan kebingungan di
masyarakat.
"Ini
saya kira tanggung jawab Polri
untuk menjelaskan. Harus dibuka secara transparan, sebenarnya mana yang menyebabkan ini kemungkinan ada
sengaja, dan mana yang menjadikan bahwa ini menjadi tidak
terbukti ada kesengajaan," ucapnya.
Anggota
Komisi III DPR,
Habiburrokhman, juga
menanggapi terkait temuan yang disampaikan penyelidikan dan penyidikan gabungan
Kejaksaan Agung (Kejagung) dan Bareskrim Polri, yang mengatakan bahwa tidak ada unsur kesengajaan
dalam kasus terbakarnya Gedung
Kejaksaan Agung. Ia berharap penyelidikan dan penyidikan berlangsung secara
transparan.
Habiburrokhman
mengatakan, Komisi III DPR akan minta penjelasan secara detail dari Kepolisian
dan Kejaksaan Agung pada rapat kerja, setelah
reses selesai.
"Yang
paling penting, proses
penyelidikan dan penyidikan tersebut bisa berjalan secara transparan dan
memenuhi ketentuan hukum terkait," kata Habiburrokhman kepada wartawan, Kamis (22/10/2020). [dhn]