WahanaNews.co | Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi diangkatnya Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat Asep Nana Mulyana sebagai Profesor Kehormatan pada Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dalam bidang Ilmu Hukum.
Gelar Profesor Kehormatan tersebut diberikan atas ide dan gagasan orisinal Asep dalam menghadirkan suatu paradigma baru penegakan hukum di tengah perkembangan teknologi dan perkembangan masyarakat.
Baca Juga:
Dalam Sesi Doa, MUI Harap Presiden Prabowo Bangun Demokrasi dan Berantas Korupsi
“Sebagai seorang praktisi hukum dengan jabatan Kajati Jawa Barat, Saudara Asep telah menunjukkan perhatian besar terhadap perkembangan hukum pidana, khususnya dalam proses penuntutan yang dilaksanakan Kejaksaan.”
"Perhatian mengenai perkembangan penuntutan terkini tersebut telah berkembang di Amerika Serikat dan negara-negara Anglo Saxon, serta negara-negara Eropa Kontitental lainnya," ujar Bamsoet usai menghadiri Pengukuhan Profesor Kehormatan bidang Hukum kepada Asep Nana Mulyana di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung, Jumat (19/8/22).
Turut hadir antara lain Jaksa Agung RI ST Burhanuddin, Ketua Fraksi MPR PDIP TB Hasanudin, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kapolda Jawa Barat Irjen Pol Suntana, Ketua Komisi Kejaksaan RI Barita Simanjuntak, Rektor UPI M. Solehuddin beserta civitas akademika lainnya.
Baca Juga:
Jokowi Minta MPR RI Sukseskan Pelantikan Presiden dan Wakil Presiden Terpilih
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, Asep juga telah memberikan perhatian atas konsep penuntutan dalam perkara pidana terkini yang dikenal sebagai Deferred Prosecution Agreement (DPA). Yaitu penundaan penuntutan dengan syarat-syarat tertentu berupa pengakuan bersalah dari enititas korporasi dan pelaku bisnis, pembayaran denda penalty kepada negara, serta perbaikan business process dan tata kelola sebagai bentuk minitigasi terjadinya pelanggaran hukum.
"Konsep yang relatif baru tersebut merupakan perkembangan terkini telah menjadi perhatian serius Saudara Asep dengan harapan ada perubahan besar dalam rangka pembaruan hukum di negeri ini. Pertanyaan utama yang diajukan Asep, adalah bagaimana seharusnya penegakan hukum, khususnya langkah penuntutan yang benar, layak dan sepatutnya dilaksanakan agar tujuan hukum yaitu adanya kepastian, keadilan, kedamaian dan kemanfaatan dapat tercapai tanpa harus mengalami penderitaan yang tidak setimpal dengan derajat kesalahannya dan tidak sesuai dengan karakteristik pelanggaran hukum yang dilakukannya," kata Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, pertanyaan yang dibangun Asep tersebut merupakan hakikat dari tuntutan reformasi yang telah dikemukakan pada tahun 1998.
Serta sebagai implementasi nilai-nilai filosofis Pancasila yang menjadi dasar dan fondasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
"Saudara Asep mengupas secara kritis politik pemidanaan non-penal yang berbasis efisiensi, keseimbangan dan maksimisasi yang dikenal dan dianut negara-negara maju sejak tahun 1970-an yang dipelopori Richard Posner, serta dikembangkan oleh John Braithwaite, Robert Cooter dan Thomas Ulen. Pendekatan yang relatif baru tersebut berbanding terbalik dengan pendekatan klasik dalam hukum pidana yang dianut Indonesia selama ini, yaitu penuntutan pidana dengan tujuan penjeraan melalui penjeraan/perobatan. Sedangkan pendekatan baru pemidanaan non penal sesugguhnya cocok dengan nilai kesusilaan masyarakat Indonesia berdasarkan nilai-nilai Pancasila," pungkas Bamsoet. [rin]