Namun kasus covid-19 di sejumlah negara termasuk Indonesia mulai melandai.
"Karena jumlah kasus covid-19 di Indonesia menurun, rata-rata di berbagai dunia juga turun, di India juga kecenderungan menurun, kemudian di China mulai meningkat lagi tapi dia masih di bawah seperti di awal-awal tahun lalu. Maka mereka oversupply dari pada reagen," jelasnya.
Baca Juga:
Naikkan Harga Tes PCR di Luar Kewajaran, Laboratorium PLBN Entikong Ditutup
Selain reagen, Azhar juga menjelaskan bahwa komponen lain dalam pemeriksaan PCR seperti alat pelindung diri (APD) dan bahan medis habis pakai (BMHP) juga mempengaruhi penurunan tarif pemeriksaan PCR saat ini.
Azhar lantas menyinggung fenomena 2020 dengan melonjaknya harga pasaran masker yang awalnya Rp 50 ribu bisa menjadi ratusan bahkan jutaan per kotaknya.
Ia juga menyebut, APD kala itu masih menjadi bahan terbatas sehingga harganya juga ikut mahal.
Baca Juga:
Akhirnya Menko Luhut Buka Perannya di PT GSI Soal Tudingan Bisnis Tes PCR
Dengan kondisi seperti itu, maka Kemenkes bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) harus menghitung dan mengevaluasi seluruh aspek komponen pemeriksaan PCR.
Mulai dari SDM jasa pelayanan, reagen, BMHP, biaya administrasi, overhead, dan komponen biaya lain yang telah disesuaikan.
"Jadi dengan berdasarkan perhitungan tersebut, maka pemerintah menghitung ulang bersama BPKP, didapatlah harga Rp 275 ribu di Jawa-Bali sampai dengan Rp 300 ribu untuk yang di luar Jawa Bali," ujar Azhar.