WahanaNews.co | Tak
terhindari, resesi ekonomi akhirnya melanda Indonesia. Badan Pusat Statistik
(BPS) menyatakan, pada triwulan ketiga tahun ini pertumbuhan ekonomi mengalami
kontraksi 3,49%. Hal itu jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga:
Rupiah Menguat Saat Investor Tunggu Keputusan Suku Bunga AS dari FOMC
Dengan demikian Indonesia mencatat kontraksi pertumbuhan
ekonomi dua kuartal berturut-turut, yakni kuartal kedua tercatat minus 5,32%
dan triwulan ketiga di level 3,49%. Ini dengan sendirinya membuat Indonesia
memasuki jurang resesi ekonomi.
Sebenarnya sebelum angka pertumbuhan ekonomi kuartal ketiga
dipublikasi BPS, suasana resesi ekonomi sudah terjadi yang ditandai aktivitas
dunia usaha melemah dan angka pemutusan hubungan kerja (PHK) semakin tinggi
yang disertai daya beli masyarakat kian lemah.
Sejauh mana reaksi pemerintah? Meski pertumbuhan ekonomi
masih mencatatkan kontraksi, pemerintah sedikit bernapas lega karena kontraksi
pada kuartal ketiga angkanya lebih kecil daripada kuartal kedua.
Baca Juga:
Gawat, Tahun Ini Dolar AS Tembus Rekor Tertinggi!
Artinya pertumbuhan ekonomi Indonesia mulai mengalami
pemulihan. Selain itu kontraksi pertumbuhan ekonomi pada triwulan ketiga yang
lebih kecil daripada triwulan kedua memberi rasa optimistis pemerintah untuk
menghindari pertumbuhan negatif pada kuartal keempat mendatang.
Memang, apabila membandingkan pertumbuhan ekonomi kuartal
ketiga sejumlah negara, posisi Indonesia jauh lebih baik. Singapura misalnya
kontraksi 7,0% dan Meksiko minus -8,58%. Akan tetapi pertumbuhan ekonomi Korea
Selatan dan Amerika Serikat (AS) sedikit lebih baik dari Indonesia,
masing-masing minus 1,3% dan minus 2,9%.
Sebaliknya ekonomi China bertumbuh positif 4,9%, Taiwan 3,3%,
dan Vietnam 2,62% pada triwulan ketiga tahun ini. Padahal China adalah sumber
munculnya virus korona. Tantangan pemerintah sekarang bagaimana mempertajam
strategi program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sehingga bisa memberi daya
dobrak terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.