WahanaNews.co | Mahkamah Konstitusi (MK) bakal menggelar sidang ketiga uji formil Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), Rabu (21/6) pukul 11.00 WIB.
"Acara sidang: Pengucapan ketetapan serta mendengarkan keterangan DPR dan Presiden dalam Pengujian Formil (III)," demikian dikutip dari laman resmi MK, Selasa (20/6/23).
Baca Juga:
Babak Baru UU Cipta Kerja: MK Menangkan Gugatan, Revisi Menyeluruh Segera Dilakukan
Perkara uji formil ini diajukan oleh Partai Buruh dan terdaftar dengan Nomor 50/PUU-XXI/2023.
Menanggapi hal itu, Presiden Partai Buruh Saiq Iqbal mengklaim ribuan buruh bakal melakukan unjuk rasa di kantor MK dan Istana Negara.
Aksi itu, kata Said, digelar bertepatan dengan sidang ketiga uji formil UU Cipta Kerja di MK.
Baca Juga:
MK Kabulkan 70% Tuntutan Buruh, Serikat Pekerja Rayakan Kemenangan Bersejarah dalam Revisi UU Cipta Kerja
"Aksi ribuan buruh se-Jabodetabek di kantor Mahkamah Konstitusi dan Istana Negara bersamaan sidang MK dengan agenda memanggil Presiden dan Pimpinan DPR untuk dimintai keterangan terkait uji formil omnibus law UU Cipta Kerja," ujar Said dalam keterangannya, Selasa (20/6).
Aksi bakal digelar pada pukul 10.00 WIB. Titik kumpul dijelaskan berada di IRTI - Depan Balai Kota DKI Jakarta.
Massa aksi bakal melakukan long march ke arah Patung Kuda Indosat. Lebih lanjut, Said menjelaskan pihaknya berharap Presiden dan Pimpinan DPR RI hadir dalam persidangan uji formil di MK besok.
"Kami berharap Presiden dan Pimpinan DPR RI hadir dalam persidangan uji formil ini. Menjelaskan secara langsung kepada rakyat Indonesia melalui persidangan di Mahkamah Konstitusi terkait dengan undang-udang yang telah merugikan kaum buruh, petani, dan elemen masyarakat kecil yang lain," jelas Said.
Selain mendesak agar UU Cipta Kerja dicabut, para buruh juga bakal menyerukan penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dan pencabutan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023.
Lalu, menuntut RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) segera disahkan, mendesak penghapusan konsep outsourcing dan tolak upah murah.
Kemudian, mendorong revisi parliamentary threshold 4 persen dari suara sah nasional dan mencabut presidential threshold 20 persen.[sdy]